Suara.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Senin (29/9/2014).
Uji materi tersebut diajukan oleh PDI Perjuangan yang diwakili oleh Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, serta empat orang perseorangan, yaitu Sigit Widiarto, Junimart Girsang, Dwi Ria Latifa, dan Rahmani Yahya.
Aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR dalam UU MD3 dinilai telah merugikan hak konstitusional PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu Legislatif 2014 karena tidak otomatis menjadi Ketua DPR.
Ketua DPP PKS, Nasir Jamil, mengatakan keputusan hakim konsitusi sudah tepat.
"Karena ini kan urusan rumah tangga DPR dan tidak ada (aturan) dalam UUD 1945 bahwa setiap pemenang pemilu harus jadi pimpinan DPR, harus jadi Ketua DPR," kata Nasir kepada suara.com, Selasa (30/9/2014). "Jadi, ini kan konsensus, bisa berubah-ubah, tergantung konfigurasi politik di DPR."
Sebaliknya, Nasir menilai PDI Perjuangan salah alamat telah mengajukan judicial review UU MD3.
"Dan yang mengherankan saja, kenapa MK teruskan proses itu. Padahal setahu kami, PDI Perjuangan tidak masuk kategori legal standing karena sejak awal ikut membahas RUU di DPR," kata Nasir kepada suara.com.
Menurut Nasir langkah PDI Perjuangan cenderung mengabaikan etika demokrasi.
"Sebab, itu kan keputusan lembaga. Bukan lagi keputusan Fraksi A, Fraksi B. Makanya keputusan lembaga harus dihormati. Kalau keputusan lembaga digugat lagi oleh fraksi yang ikut membahas hal itu, maka saya sebut itu pengabaian etika demokrasi," kata Nasir.