Suara.com - Pakar hukum tata negara menilai hanya Mahkamah Konstitusi (MK) yang bisa membatalkan Undang-undang Pilkada yang ditetapkan DPR. Hal itu dikatakan Johanes Tuba Helan, pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.
"Presiden tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan UU Pilkada yang sudah ditetapkan DPR, termasuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu). Hak veto itu hanya berlaku di Amerika," katanya di Kupang, NTT, Senin (29/9/2014).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan presiden bisa menggunakan kewenangannya untuk membatalkan pelaksanaan UU Pilkada, karena penetapan undang-undang itu mendapat reaksi penolakan hampir dari seluruh elemen masyarakat bangsa ini.
Menurut dia, pembatalan UU Pilkada hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), berdasarkan permohonan dari partai politik, LSM atau elemen masyarakat lain yang merasa bahwa UU Pilkada itu merugikan kepentingan umum.
Dalam konteks ini, maka perlu ada permohonan untuk melakukan uji materi terhadap undang-undang ini.
"Nanti MK yang menilai dan memutuskan, apakah pilkada tetap dipilih oleh rakyat atau dikembalikan DPRD. Presiden hanya menyiapkan peraturan pelaksanaannya," ucapnya. (Antara)