Suara.com - Rancangan Undag-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) sudah disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (26/9/2014) lalu. Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Aria Bima mengatakan, dengan undang-undang tersebut, kepala daerah akan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itu, menurut Aria, mereka yang terpilih harus siap menjadi pesuruh DPRD.
"Kalau Kepala daerah dipilih oleh DPRD, maka kepala daerah akan menjadi tukang pesuruhnya DPRD, menjadi pegawai DPRD," kata Aria di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/9/2014).
Padahal menurutnya, sistem pemerintahan kita menganut sistem check and balance, sehingga posisi DPRD dan Kepala daerah berada dalam kesetaraan. Dengan demikan, tidak ada yang posisinya lebih berwenang daripada posisi lainnya.
"Tetapi kalau fungsi pemilihan kepala daerah kita ambil opsi pemilihan langsung, karena sistem demokrasi kita itu menganut sistem kesetaraan, sehingga check and balance akan terjadi dengan maksimal," tambahnya.
Dia menilai DPRD selama ini berfungsi sebagi legislator dan semua anggaran sudah sangat cukup. Sehingga, ketika kini fungsi pemilihan kepala daerah diambil alih DPRD, kedaulatan rakyat sudah terkhianati.
"Apa yang kurang terkait sistem keterwakilan kita, fungsi legislasi, fungsi anggaran sudah ada, ini benar-benar mengkhianati kedaulatan rakyat," cetusnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni. Titi menilai, pemilihan kepala daerah melalui DPRD secara otomatis melemahkan posisi Kepala Daerah.
"Otomatis mas, Kepala Daerah siap jadi bawahan DPRD yang boleh kita katakan reputasinya tidak baik ini," tambah Titi.