Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak langsung atau Pilkada melalui DPRD yang baru saja disahkan DPR sangat rawan terjadi tindakan korupsi.
Bahkan akan melahirkan model korupsi yang lebih besar daripada pilkada langsung yang hanya terjadi di masyarakat kecil dengan jumlahnya yang sangat kecil.
"Tidak ada jaminan pemilihan tidak langsung bersih, memang ada politik uang dalam Pilkada langsung, tapi terjadi di masyarakat dan nilainya kecil. Sedangkan kalau yang terjadi di DPR itu nilainya sangat besar dan bisa jadi memunculkan grand corruption. Dari segi kemudaratanya, Pilkada tidak langsung mungkin akan lebih banyak korupsinya," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (26/9/2014).
Apa yang disampaikan itu, menurut Bambang, berdasarkan data yang dihimpun oleh KPK dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) dan juga Departemen-departemen lainnya. Di mana di situ dipaparkan bahwa ada dua ribuan anggota DPR yang sudah tersandung kasus korupsi.
"Berdasarkan data Ditjen Otda dan departemen lainnya, ada 290-an kepala daerah sejak 2012 yang terlibat kasus korupsi, sementara untuk DPR ada 2960-an," paparnya.
Bambang menuturkan, ada 80 persen yang berkaitan dengan penyalagunaan wewenang, 13 persen penyuapan, dan itu tidak berkaitan dengan Pilkada langsung.
Menurutnya kasus korupsi yang berkaitan Pilkada adalah kasus Akil Mohtar, dan itu terjadi setelah pemilihan terjadi. Sehingga menurutnya tidak ada pengaruhnya dengan Pilkada langsung.
"Yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah adalah kasus Akil tapi itu pun setelah pemilihan, karena itu Pilkada langsung tidak ada kaitannya," tutup Bambang.