Suara.com - Partai Demokrat tidak mau disalahkan karena melakukan walk out atau keluar dari ruangan saat sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada, Jumat (26/9/2014) dinihari.
Anggota Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, Ahmad Mubarok mengatakan, keputusan fraksi Demokrat untuk melakukan walk out dan netral sudah sesuai dengan instruksi dari SBY.
Kata dia, SBY meminta fraksi Demokrat di DPR memilih opsi yang paling sedikit mudaratnya. Berdasarkan masukan dari sejumlah ormas besar seperti NU dan Muhammmadiyah, pilkada langsung lebih banya mudarat seperti melahirkan banyak korupsi.
“Pak SBY itu mengatakan, pilihlah yang paling masuk akal, yang terbaik dan yang paling kecil mudaratnya. Keputusan walkout itu sudah sesuai dengan masukan dari masyarakat. Kami kan mau mendukung opsi pilkada langsung namun dengan 10 syarat. Karena 10 syarat itu tidak diterima, maka fraksi Demokrat WO dan akhirnya opsi pilkada oleh DPRD yang menang,” kata Mubarok kepada suara.com melalui sambungan telepon, Jumat (26/9/2014).
Mubarok mengatakan, PDI Perjuangan harusnya lebih aktif dalam melakukan lobi kepada Demokrat sebelum Sidang Paripurna DPR mengesahkan RUU Pilkada. Kata dia, apabila Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mau melobi langsung SBY maka fraksi Demokrat kemungkinan besar akan mendukung opsi pilkada langsung.
Sudah bukan rahasia umum, Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tidak mau melakukan komunikasi dengan SBY. “Permusuhan” politik itu berawakl dari keputusan SBY mundur dari jabatan menteri ketika Megawati menjadi presiden pada 2004.
SBY kemudian membentuk Partai Demokrat. Pada pemilu 2004, Partai Demokrat sukses memenangkan pasangan SBY-Jusuf Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Sejak itu, hubungan Megawati dengan SBY mulai merenggang.
Rapat paripurna DPR RI akhirnya menyetujui RUU Pilkada dengan opsi pilkada dikembalikan pada DPRD setelah diputuskan melalui mekanisme voting.
Hasil voting tersebut dimenangkan oleh fraksi-fraksi dalam koalisi merah putih dengan jumlah suara sebanyak 226, sedangkan fraksi-fraksi dalam koalisi hebat dengan tambahan 17 suara dari fraksi Partai Golkar dan Fraksi Demokrat akhirnya memperoleh 135 suara.
Pimpinan rapat paripurna, Priyo Budi Santoso yang berasal dari Fraksi Partai Golkar, menetapkan hanya dua opsi untuk divoting, yakni opsi pertama pilkada secara langsung serta opsi kedua pilkada dikembalikan ke DPRD.