Suara.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo harus memperkuat kinerja intelijen. Selama ini kinerja intelijen dinilai masih sangat kedodoran.
"Sebagai pemerintahan sipil, jika tidak memperkuat kinerja intelijennya, nasib Jokowi bisa seperti Presiden Gus Dur, istananya dikepung massa hingga kemudian dipaksa mundur dari kekuasaannya, setelah konflik dengan elit politik di parlemen," kata Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, dalam pernyataan pers yang diterima suara.com, Jumat (26/9/2014).
Dari pemantauan IPW, kalangan intelijen yang ada di seputar Jokowi saat ini adalah kalangan "intelijen selebritas" yang tidak mengakar ke bawah. Padahal ke depan, kata Neta, sangat banyak masalah di negeri ini yang perlu dicermati dan disikapi dengan strategi intelijen. Sebab itu, Jokowi perlu memperkuat kinerja intelijen kepolisian, militer maupun intelijen sipil.
Penguatan terhadap kinerja intelijen tidak hanya menyangkut kepada kelangsungan kepemimpinan Jokowi, lebih dari itu untuk memperkuat stabilitas keamanan Indonesia. Sebab ke depan potensi teror di negeri ini diduga masih cukup tinggi, terutama dengan masih banyaknya kantong-kantong radikalisme di berbagai daerah dan berkembangnya isu
gerakan ISIS.
Selain itu, kata Neta, makin derasnya narkoba yang masuk dari Malaysia ke Indonesia (rata-rata seminggu tiga kali dalam paket besar) patut dicermati, apakah ini bagian dari perang intelijen atau sekadar usaha ilegal bandar narkoba.
Makin luasnya peredaran senjata api rakitan maupun selundupan juga patut disikapi pemerintah agar situasi kamtibmas tidak terganggu. Perubahan besar-besaran di jajaran intelijen kepolisian, militer, dan sipil harus segera dilakukan Jokowi begitu dilantik menjadi presiden.
Neta mengatakan ada tiga tujuan utama dari pembenahan intelijen. Pertama, situasi kamtibmas terjaga dan meluasnya peredaran narkoba maupun senjata api ilegal bisa ditekan. Kedua, manuver pejabat pejabat yang korup, mafia hukum, mafia proyek, mafia migas, dan mafia lainnya bisa dideteksi untuk kemudian dibasmi.
Ketiga, manuver pihak-pihak tertentu yang hendak memainkan massa untuk kepentingan kelompoknya bisa dikendalikan dengan strategi intelijen sehingga Jokowi tidak akan diperlakukan pihak-pihak tertentu, seperti Presiden Gus Dur, yang istananya dikepung massa dan dipaksa turun dari jabatannya.