Suara.com - DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH). Dengan begitu, semua sertifikasi Jaminan Produk Halal (JPH) akan dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). BPJPH ini berkedudukan di bawah dan bertanggunjawab kepada Menteri Agama.
"Dalam melaksanakan wewenang, BPJH bekerja sama dengan lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan MUI," tutur Wakil Ketua Komisi VIII DPR Leida Hanifa dalam sambutan pengesahan UU ini pada Rapat Paripurna, Kamis (25/9/2014).
Leida menerangkan, pengajuan permohonan sertifikasi halal dilakukan oleh pelaku usaha kepada BPJPH untuk dilakukan pemeriksaan dan kelengkapan admintrasi.
"Sedangkan, pemeriksaan dan pengujian produk dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang telah memperoleh akreditasi MUI. Sedangkan pernyataan kehalalan produk tetap berdasarkan fatwa MUI dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan dan pengujjian LPH dalam bentuk sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH," kata Leida.
Leida menjelaskan, seluruh biaya proses admintrasi dalam sertifikasi produk halal dibebankan kepada pelaku usaha yang ditentukan UU. Sedangkan pengusaha mikro dan pengusaha kecil akan mendapatkan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun tanggung jawab sosial perusahaan.
Leida menambahkan, dalam RUU ini, MUI juga diberikan keluasan, selain memberikan sertifikasi terhadap produk halal, juga mengakreditasi lembaga pemeriksa halal yang didirikan pemerintah atau masyarakat, dan mensertifikasi auditor halal.
Leida mengatakan, RUU itu dibentuk untuk memberikan kenyamanan masyarakat dalam menggunakan produk halal. Serta menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya produk halal dan mewajibkan produsen untuk memberikan jaminan kehalalan produk.
Dengan demikian, terkait dnegan kewajiban bersetifikat halal bagi produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, mulai berlaku lima tahun terhitung setelah UU ini diundangkan, 25 September 2014. Namun, sebelum kewajiban ini berlaku, jenis produk halal bersitifikat akan diatur bertahap dalam peraturan pemerintah.