Suara.com - Selain soal Pilkada lewat DPRD atau langsung yang masih menjadi perdebatan dalam RUU Pilkada, ternyata ada enam poin masalah lainnya yang juga sempat tarik ulur antar sejumlah fraksi di DPR.
Total ada tujuh masalah yang belum mencapai kesepakatan antar fraksi, namun hanya soal Pilkada langsung dan tak langsung saja yang cenderung lebih diketahui publik, apalagi sejak ada pemetaan kubu Koalisi Merah Putih dan pendukung Jokowi di DPR.
Di enam poin lainnya, dukungan dua kubu tak begitu terlihat, sebagai contoh soal politik dinasti atau keluarga calon incumbent (petahana) untuk ikut ajang Pilkada, PDI Perjuangan dan Golkar malah mendukung hal ini, alias mereka akur-akur saja.
Berikut tujuh poin krusial dan yang diperdebatkan dalam RUU Pilkada:
1. Pilkada langsung atau lewat DPRD
2. Soal calon satu paket kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur).
Pemerintah dan beberapa fraksi di DPR setuju kalau Pilkada hanya memilih gubernur, bupati dan wali kota saja dan wakilnya ditunjuk atas prorogatif gubernur yang bisa berasal dari jabatan karier PNS atau non PNS
3. Politik dinasti
Persyaratan calon kepala daerah tidak dalam satu keturunan “politik dinasti”, tidak punya ikatan perkawinan untuk garis ke atas dan ke bawah, juga ke samping kecuali ada jeda satu periode lima tahun.
4. Ada pembagian kewenangan antara pemimpin kepala daerah dan wakilnya agar tidak pecah kongsi di tengah jalan.
5. Sengketa Pilkada yang berkaitan dengan administrasi maka akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, sedangkan sengketa hasil diselesaikan di Pengadilan negeri sampai pada tingkat MA.
6. Soal Pilkada serentak.
Pemerintah setuju diadakan serentak pada tahun 2013 sampai 2018.
7. Soal dana Pilkada.
Masih belum jelas benar apakah pendaan Pilkada dari APBD atau APBN. Posisi pemerintah setuju dengan pendanaan yang dibiayai oleh dana APBD.