Suara.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa pihaknya kesulitan menekan jumlah pengemis karena sebagai ibu kota negara, Jakarta memiliki daya tarik tersendiri bagi penduduk perdesaan.
"Jakarta kan menarik, jadi sulit mengurangi pengemis. Tidak apa-apa jumlah bertambah terus, tinggal ditegaskan (ditindak, red) saja," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Selasa (23/9/2014).
Menurutnya, upaya mengurangi jumlah pengemis di Jakarta ini seperti suatu pekerjaan yang tidak ada hentinya.
"Seperti kerja maraton saja, tapi maraton yang tidak ada berhentinya. Maraton terus, tinggal tahan-tahan napas saja," ujar dia.
Lantaran merasa masalah ini tidak akan berakhir, Ahok menilai langkah terbaik yang harus dilakukan pemerintah yakni membuat para pengemis ini mendapatkan perhatian negara.
Namun, ia tak menampik juga dihadapkan dilema karena para pengemis ini cenderung bersifat konsumtif ketika mendapatkan bantuan pemerintah berupa uang.
Padahal, negara menghendaki para pengemis ini menggunakan uang tersebut untuk modal usaha.
"Bagaimana caranya pengemis ini diperhatikan, sebagian yang dapat uang justru beli rumah, susah juga," ujar dia.
Provinsi DKI Jakarta dalam Perda No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
Menurut Ahok, Perda ini tidak cukup kuat untuk mengurangi jumlah pengemis di Jakarta karena secara keadilan dirasa kurang pas untuk memenjarakan seseorang karena memberikan uang ke pengemis.
"Harusnya jangan hukuman kurungan, ganti kerja sosial saja," ujar dia.
Sementara, larangan untuk mengemis atau menggelandang diatur juga diantur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran. (Antara)