Suara.com - Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
"Penundaan itu perlu dilakukan sampai suasana kebatinan berbangsa dan bernegara kembali dalam suasana harmonis penuh keinsafan mendasarkan diri kepada Pancasila," kata Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM Sudjito di Yogyakarta, Selasa (23/9/2014).
Menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menunjukkan jiwa kenegarawanannya, dengan mengeluarkan "keputusan presiden" untuk menunda pengesahan RUU Pilkada, sehingga perpecahan bangsa bisa dihindari.
PSP UGM juga meminta kepada anggota DPR RI hendaknya pengesahan RUU Pilkada tidak dilakukan secara tergesa-gesa hanya untuk kepentingan kelompok tertentu, dan kepentingan jangka pendek.
"Pengesahan RUU Pilkada harus dilakukan berdasarkan pada 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'," kata Guru Besar Fakultas Hukum UGM itu.
Ia mengatakan meskipun pada tataran yuridis normatif dan pengalaman empirik pilkada langsung maupun tidak langsung dibenarkan, keberhasilan penyelenggaraannya tidak semata-mata ditentukan oleh UU Pilkada dan institusi pemerintahan yang berwenang.
"Hal itu juga tergantung pada pendidikan politik yang mendorong peningkatan kualitas calon pemilih dan calon yang akan dipilih untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," katanya.
Anggota Tim Ahli PSP UGM Muhammad Jazir ASP mengatakan pembahasan RUU Pilkada oleh DPR RI melalui sidang paripurna saat ini belum bisa secara jernih memutuskan RUU menjadi UU untuk memperkuat kedaulatan rakyat dan demi kesejahteraan rakyat.
"Kondisi antarpartai di DPR RI masih saling berhadap-hadapan dan berkompetisi selepas pemilu legislatif dan pemilu presiden. Jika dipaksakan, yang akan terjadi adalah transaksional dan negosiasi," katanya. (Antara)