Suara.com - Ketua Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama HZ Arifin Junaidi menilai, beredarnya buku ajar Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas VII terbitan Kementerian Agama RI yang memancing sentimen SARA adalah akibat dari sistem pengawasan dan penulisan yang tidak serius.
Karena itu, Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama mendesak Kemenag memeriksa ulang tak hanya pada temuan kasus yang dilaporkan melainkan juga pada buku-buku keagamaan lain.
“LP Ma'arif NU juga menemukan beberapa hal yang janggal yang mencerminkan keteledoran penulisan dan lemahnya pengawasan terhadapnya di beberapa mata pelajaran lain, terutama fiqih,” kata Ketua PP LP Ma’arif HZ Arifin Junaidi dalam laman NU Online, Sabtu (20/9/2014).
Menurut dia, peninjauan ulang secara menyeluruh oleh Kemenag ini penting dilakukan untuk menghindari munculnya kasus serupa. Sebelumnya, LP Ma’arif NU menyerukan pemerintah memeriksa buku kegamaan, termasuk non-Islam, sebab dinilai dapat memicu penanaman sikap intoleransi, terutama terhadap umat Hindu dan Buddha.
Dalam terbitan perdana, buku pedoman guru tersebut secara eksplisit mengategorikan kuburan wali sebagai berhala, di samping penghakiman secara sepihak bahwa penganut umat Hindu dan Buddha sebagai penyembah berhala.
“Hal-hal semacam itu seharusnya tidak perlu terjadi di tengah-tengah gencarnya upaya kita untuk membendung paham-paham keagamaan garis keras, intoleran, dan tidak mencerminkan semangat rahmatan lil alamin," kata Arifin.