Hadir di Rakernas PDI Perjuangan, PPP Tidak Ubah Sikap soal RUU Pilkada

Laban Laisila Suara.Com
Jum'at, 19 September 2014 | 19:40 WIB
Hadir di Rakernas PDI Perjuangan, PPP Tidak Ubah Sikap soal RUU Pilkada
Plt Ketua Umum PPP Emron Pangkapi di Rapimnas PPP, Sabtu (19/4/2014) (suara.com/Adrian Mahakam)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pelaksana tugas (plt) Ketua Umum DPP PPP Emron Pangkapi menegaskan PPP tetap akan mendukung Pilkada lewat DPRD meskipun Partai Demokrat sudah mengambil langkah untuk berbalik mendukung Pilkada langsung.

Kehadirannya dan Wakil Sekretaris Jenderal PPP Isa Muchsin di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga tidak menjadi sinyal untuk mengubah keputusan tersebut.

"PPP berpandangan Pilkada langsung lebih banyak mudharatnya ke rakyat. Setiap partai politik yang independen mengambil keputusan, kalau Partai Demokrat mengambil keputusan itu, PPP juga pandangan," kata Emron di Marina Convention Center, Semarang, Jumat (19/9/2014).

Emron mengklaim bahwa PPP adalah partai yang mengusung program pemilihan presidensial langsung yang diperjuangkan sejak zaman orde baru bahkan dalam muktamarnya, PPP mendorong pilkada langsung untuk pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Wali Kota, Wakil Wali Kota, Bupati dan Wakil Bupati.

Namun setelah PPP mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung, kata Emron, ternyata PPP mendapati Pilkada langsung lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

"Setelah dievaluasi, Pilkada langsung ternyata lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya kalau dihitung dari kepentingan rakyat di tingkat akar rumput. Terutama sering terjadi konflik horizontal," jelas Emron.

"Parameternya juga, hampir 90 persen penetapan bupati dan wali bupati bukan karena pemilu langsungnya tapi dari keputusan Mahkamah Konstitusi, jadi MK yang memutuskan," tambahnya.

Menurut Emron, Pilkada langsung menyebabkan terjadinya konflik horizontal. Selain itu, ia menilai pelayanan terhadap publik juga tidak maksimal karena hubungan bupati dan wakil bupati kerap tidak kompak.

"Masyarakat menjadi terpecah-pecah, pelayanan publik tidak maksimal karena bupati dan wakil bupati tidak kompak kemudian ekornya adalah angka keterlibatan pejabat di daerah korupsi mencapai angka yang spektakuler 260 tipikor," ujar Emron. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI