Suara.com - Terdakwa dalam perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang, Anas Urbaningrum menilai bahwa jaksa membuat tuntutan berdasarkan keterangan saksi "pinokio".
"Apa keterangan saksi yang sejak awal punya rencana untuk mencelakakan seseorang secara hukum dan kemudian rela menjadi 'pinokio' demi memenuhi kemarahan dan dendamnya atau demi melayani kepentingan tertentu dapat dijadikan setara dengan sabda nabi atau keterangan saksi yang jujur dan tanpa agenda tersembungyi," kata Anas dalam sidang pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu membacakan pledoi pribadi yang ditulis tangan setebal 80 halaman. Dia membaca pledoi selama dua jam dengan berdiri.
Saksi "pinokio" yang dimaksud Anas adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang disebut oleh jaksa penuntut umum sebagai "justice collaborator".
"Yang menjadi masalah adalah ketika keterangan dan kesaksian Nazaruddin otomatis dianggap sebagai kebenaran dan dianggap berkualitas karena pernah bersaksi untuk perkara Angelina Sondakh, Mindo Rosalina Manullang, Wafid Muharram, Teuku Bagus Mukhamad Noor dan Andi Mallarangeng," tambah Anas.
Penyamarataan Anas menyebutkan bahwa dengan memandang seluruh kesaksian Nazaruddin sebagai kebenaran adalah tindakan gebyah-uyah atau penyamarataan yang tidak bisa dibenarkan.
Menurut Anas, beberapa keterangan saksi yang dihadirkan JPU (Jaksa Penuntut Umum) dalam persidangan ini juga terungkap dengan jelas agar saya bisa ditarik dalam skenario kasus Hambalang dengan cara meminta mengarahkan dan menekan para stafnya untuk memberikan keterangan yang tidak benar.
Anas dalam perkara ini dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan ditambah hukuman tambahan yaitu membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94,18 miliar dan 5.26 juta dolar AS, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektar di kecamatan Bengalon dan Kongbeng, kabupaten Kutai Timur.
Tuntutan jaksa KPK berdasarkan pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP. (Antara)