Suara.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bicara tentang ketegangan antara kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto, terutama setelah Pilpres 2014, melalui video di Youtube yang diunggah akun "Suara Demokrat" dengan judul Posisi SBY dalam RUU Pilkada.
Menjawab pertanyaan tentang apakah ketegangan antara kedua kubu akan semakin keras dalam lima tahun mendatang, SBY mengatakan itu sangat tergantung.
"Tergantung, apakah nanti ketika Pak Jokowi sudah betul-betul pimpin negeri ini pada 20 Oktober, ada tidak rekonsiliasi dari kedua kubu," kata SBY.
SBY mengatakan saling kritik itu biasa dalam politik, tetapi tetap ada batasnya. Dengan menyadari ada batas dalam politik, kata SBY, yang dikhawatirkan banyak pihak bisa dicegah.
"Tapi kalau yang dianut adalah politik marah dan dendam tujuh turunan, itu bisa terjadi. Oleh karena itu, saya berkali-kali ingatkan, politik itu memang keras, kompetisi itu memang menghasilkan kalah dan menang, tapi tidak segalanya. Ada kalanya kalah sekarang, menang kemudian," kata SBY.
SBY setuju kubu di luar pemerintahan berperan sebagai pengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah yang sekiranya bertentangan dengan kepentingan rakyat.
"Tapi mengkritik tidak sama dengan menggagalkan dan menghancurkan," kata SBY.
SBY mengungkapkan pengalamannya selama sepuluh tahun memimpin pemerintah Indonesia (2004-2014). Dikatakan, ada kekuatan politik yang konsisten memusuhi, menyerang, bahkan ingin menggagalkan pemerintahan.
"Apa yang saya alami itu mudah-mudahan tidak dialami oleh pak Jokowi. Dengan demikian, sekali kali iya, politik itu keras, bisa saling mengintip bisa saling menyerang. Tapi tetaplah ada batasnya. Kalau tidak, demokrasi kita koyak, kalau politik gaduh dan tidak stabil siapa yang menderita, rakyat. Ekonomi tidak tumbu, kita tidak bisa membangun dan sebagainya," kata SBY.
Itu sebabnya, SBY berharap para elite politik di kubu Jokowi dan Prabowo dapat bersikap secara konstruktif.