Suara.com - Hari Minggu, 14 September 2014, anak-anak Palestina di Jalur Gaza, kembali masuk sekolah. Itu adalah hari pertama mereka kembali belajar di sekolah pascaperang tujuh minggu yang memporakporandakan Gaza.
Kegembiraan dan celoteh riang anak-anak terdengar di ratusan sekolah di Jalur Gaza. Namun, di sebuah sekolah khusus perempuan di kawasan Shejaia, Gaza, suasana itu tak terasa. Shejaia merupakan salah satu tempat yang jadi medan perang antara Israel dan Hamas. Ratusan rumah rusak sementara 72 warga Shejaia tewas akibat pertempuran.
Di suatu ruang kelas, tampak para murid duduk tenang. Di bagian tengah kelas, ada sebuah bangku kosong dengan papan bertuliskan nama seorang murid yang terbunuh dalam konflik berdarah.
"Martir Ghalya Al-Helu, kelas sembilan," bunyi tulisan di papan itu.
Ghalya adalah siswi perempuan berusia 14 tahun yang terbunuh dalam serangan Israel. Kepala sekolah yang memimpin apel pagi di kelas tersebut mengungkap kabar duka bahwa wakilnya juga tewas akibat pertempuran.
Awal tahun ajaran baru terpaksa ditunda selama tiga pekan akibat rusaknya 250 sekolah di Jalur Gaza. Selain itu, 90 sekolah yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dialihfungsikan sebagai tempat penampungan bagi puluhan ribu warga Gaza yang tempat tinggalnya dikoyak oleh perang.
Sebelum kembali menerima pendidikan seperti semula, para siswa akan diberikan bimbingan psikologi.
Sebanyak lebih dari 200 petugas konseling akan dikerahkan untuk melayani 240.000 siswa di sekolah-sekolah PBB tersebut. Mata pelajaran reguler baru akan diberikan sepekan kemudian.
Sementara itu, sebuah koalisi yang terdiri atas badan internasional dan non-pemerintah serta Kementerian Pendidikan Palestina juga akan memberikan konseling psikososial kepada seperempat juta pelajar Gaza lainnya yang belajar di sekolah-sekolah umum. (Reuters)