Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapan, 50 persen perusahaan pertambangan di Indonesia tidak membayar royalti kepada pemerintah.
"Itu baru royalti, belum lagi mereka ini tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sehingga tidak memiliki NPWP. Coba bayangkan berapa kerugian negara dari sektor pertambangan saja. Triliunan," kata Ketua KPK Abraham Samad di Mataram, Jumat (12/9/2014).
Karenanya, KPK kata Abraham Samad telah meminta kepada pemerintah untuk mencabut izin perusahaan tambang yang menyalahi aturan dan telah merugikan bangsa Indonesia tersebut.
"Sumber daya alam kita itu sungguh luar biasa dan merupakan penghasilan nomor dua setelah pajak. Bahkan, di masa lalu sumber daya energi ini paling banyak kebocorannya," tegasnya.
Menurutnya, saat ini jumlah penduduk di Indonesia sudah mencapai 250 juta jiwa, sedangkan jumlah orang miskin sebanyak 29 juta orang (11 %). Jumlah ini sama dengan 29 juta penduduk Malaysia. Namun, jika seluruh kekayaan tersebut benar masuk ke pemerintah, tentu akan mampu mengatasi kemiskinan yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu, guna mencegah kebocoran. KPK pernah memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk merenegosiasi seluruh kontrak perusahaan pertambangan yang kini beroperasi di Indonesia.
"Tapi rupanya ini tidak serius dilakukan pemerintah, karena ada kekhawatiran pemerintah digugat di sidang arbitrase internasional," ujarnya.
Disebutkannya, dari kalkulasi KPK, potensi kerugian negara dari sektor pertambangan dan energi saja bisa mencapai 10 ribu triliun pertahun, sedangkan jika potensi tersebut diperoleh secara maksimal, pemerintah Indonesia bisa mendapatkan memperoleh keuntungan Rp15 triliun dari sektor pertambangan.
Dia kemudian mencontohkan daerah-daerah yang berada di Pulau Kalimantan yang kaya dengan sumber daya alam, namun meski pun dari sisi sumber daya alam melimpah, namun masyarakatnya jauh dari kesejahteraan.
"Kami ini sudah turun ke daerah-daerah dan melihat. Yang kaya itu hanya penguasanya saja. Jadi antara pemberi izin dan diberi izin, tetapi masyarakatnya tetap saja tidak sejahtera," ujarnya.