Suara.com - Banyaknya kasus korupsi yang menjerat kepala daerah ternyata menjadi salah satu alasan pemerintah mengajukan revisi UU Pilkada. Pemerintah berupaya melakukan perbaikan dalam proses pemilihan kepala daerah. Hal ini persis seperti pendapat kubu Koalisi Merah Putih di DPR.
"Pada waktu itu kita memperoleh kesimpulan dalam memperbaiki, pemerintah mengusulkan untuk melakukan Pilkada (tak langsung)," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Dodi Riatmadji dalam diskusi di Warung Daun, Cikini,Jakarta Pusat, Sabtu (13/9/2014).
Pertimbangan melakukan revisi itu, menurutnya adalah ada 227 kepala daerah yang tersangkut masalah hukum, sebagian terlibat kasus korupsi yang terus berkembang.
"Ini suatu hal yang menjadi korelasi dengan hal tersebut," imbuh dia.
Selain masalah korupsi, menurutnya, Pilkada langsung dinilai menimbulkan konflik horizontal antarwarga, sehingga menimbulkan banyak kerusuhan.
Hal tersebut dapat dilihat di Papua yang menyebabkan beberapa warga yang harus kehilangan nyawanya.
"Seperti di Timika, adanya pembunuhuan dari pemilihan langsung," terang Dodi.
Tapi di sisi lain, pemerintah kini malah cenderung berbalik arah dengan menginginka Pilkada langsung secara serentak.
Dalam beberapa kesempatan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sempat mengatakan dua opsi tadi masih terbuka.
Pemerintah juga tak ingin menciderai hak politik dan konstitusi masyarakat dengan menghapus begitu saja mekanisme Pilkada langsung dengan alasan biaya yang besar.