Suara.com - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang, menilai adanya resistensi kepala daerah yang mengundurkan diri akibat partainya mendukung pilkada dikembalikan kepada DPRD, menunjukan bahwa kader partai di daerah memahami betul bagaimana perilaku DPRD.
"Resistensi kepala daerah itu karena mereka tahu betul perilaku DPRD jika pilkada diserakan kembali kepada mekanisme parlemen," kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat (12/9/2014), terkait pengunduran diri Wagub DKI Jakarta dan adanya protes kepala daerah yang menolak pilkada dikembalikan ke DPRD.
Menurut dia, praktik politik uang untuk segelintir politisi di parlemen sangat vulgar dan ruang pemerasan sangat terbuka dilakukan oleh DPRD terhadap calon kepala daerah.
Kepala daerah, kata dia justru menghambakan diri kepada DPRD daripada mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyat. Karena itu, pilihan untuk mendukung pilkada kembali ke DPRD bukan sebuah keputusan politik rasional tetapi emosional.
"Ini fenomena menarik karena yang namanya kader partai selalu mendukung garis kebijakan yang diambil oleh partainya di pusat. Biasanya perlawanan terhadap parlemen dilakukan oleh LSM, pers, mahasiswa dan lain," ucapnya.
Namun, perlawanan ini justru dari kadernya sendiri. Gerakan kader partai tersebut mengisyaratkan bahwa ke depan pimpinan partai di tingkat pusat tidak semena-mena mengambil keputusan politik tanpa memperhatikan kepentingan partai di daerah.
"Jadi kader partai di daerah selayaknya seperti itu dalam mengontrol kader partainya yang duduk di DPR pusat," tukasnya.
Menurut dia, menjadi sangat kontra produktif jika partai mengabil tindakan pemecatan terhadap kader yang berseberang dengan partainya terkait kasus tersebut. (Antara)