Suara.com - Sejumlah perempuan asal Inggris yang bergabung dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dikabarkan membentuk pasukan polisi syariah perempuan. Sejumlah bukti mengungkap, satuan polisi ultra-religius yang dinamakan Brigade Al-Khanssaa tersebut bertugas menghukum perempuan yang melakukan perbuatan melanggar ajaran Islam di wilayah yang dikuasai ISIS.
Al-Khanssaa merupakan kelompok milisi yang kesemua anggotanya adalah perempuan. Kelompok bentukan ISIS itu beroperasi di Raqqa, kota di Suriah yang dikuasai oleh ISIS.
Berdasarkan para peneliti di Pusat Studi Radikalisasi Internasional (ICSR) yang berbasis di King's College, London, Inggris, salah satu figur penting dalam Brigade Al-Khanssaa adalah perempuan Inggris bernama Aqsa Mahmood. Aqsa adalah seorang perempuan berusia 20 tahun yang berasal dari Glasgow, Inggris. Aqsa terbang ke Suriah pada bulan November tahun lalu.
Aqsa belajar di sekolah swasta dan bercita-cita sebagai dokter. Namun, ia memutuskan terbang ke Suriah untuk ikut ISIS dan namanya pun berubah menjadi Umm Layth. Nama itu pula yang ia gunakan di situs jejaring sosial. ICSR menduga, ICSR memiliki kaitan dengan Umm Ubadiyah, Umm Haritha, dan Umm Waqqas yang ketiganya diduga juga berasal dari Inggris. Umm Ubadiyah, yang diyakini punya koneksi di Swedia, diduga sebagai perempuan yang menjalankan akun media sosial al-Khanssaa. Sementara itu, Umm Waqqas menyebut bahwa perempuan-perempuan lainnya sebagai "saudari-saudarinya" dan mengaitkan mereka dengan brigade al-Khanssaa.
Seorang perempuan bernama Umm Farriss, yang tergabung dalam kelompok lainnya, bulan Februari lalu mengunggah foto rompi bomnya. Foto itu menjadi bukti awal bahwa perempuan-perempuan Inggris dipersenjatai dengan bom.
Berdasarkan interpretasi ISIS, perempuan tidak diperbolehkan berperang. Namun, mereka diperkenankan melakukan bom bunuh diri.
Selain Aqsa, para peneliti ICSR juga mengidentifikasi tiga perempuan Inggris lainnya yang bergabung dalam brigade tersebut. Secara keseluruhan, ICSR meyakini sudah ada 60 perempuan Inggris yang berangkat ke Suriah untuk berjihad bersama ISIS. Namun, hanya 25 saja yang terpantau oleh ICSR.
Sebagian besar perempuan Inggris yang berangkat ke Suriah berusia antara 18 dan 24 tahun. Sementara itu, berdasarkan Konsorsium Riset dan Analisis Terorisme, Brigade Al-Khanssaa dibentuk oleh para komandan ISIS pada bulan Februari. Para anggotanya memakai jubah hitam dan cadar penutup wajah. Kabarnya, setiap anggota brigade menerima gaji bulanan sebesar 25.000 Pound Suriah, atau sekitar 100 Poundsterling.
Tugas brigade ini antara lain menegakkan peraturan pakaian menurut hukum Syariah Islam. Perempuan Inggris diberikan peran kunci lantaran dinilai sebagai jihadis asing yang memiliki komitmen paling kuat.
Mereka berpatroli di jalanan Kota Raqqa, mencari orang-orang yang dianggap melanggar Syariah Islam. (Telegraph)