Suara.com - Pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan cermin dari sistem demokrasi perwakilan yang relatif tidak menimbulkan konflik vertikal dan horizontal. Hal itu dikatakan pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo.
"Pemilihan oleh DPRD juga relatif lebih efisien dari segi biaya sehingga tidak berpotensi menimbulkan biaya politik tinggi yang diduga menjadi penyebab korupsi," kata Karyono Wibowo dihubungi di Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Namun, Karyono mengatakan pemilihan oleh DPRD tetap memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan oleh DPRD bukan berarti lebih menjamin tidak adanya korupsi dan politik uang.
Selain itu, karena tidak adanya partisipasi rakyat secara langsung dalam menentukan pemimpin daerah, seleksi kepemimpinan hanya ditentukan oleh segelintir orang di DPRD.
"Sistem ini berpotensi terjadi 'kongkalikong' dan jual beli suara di DPRD. Calon kepala daerah bisa saja menyuap anggota DPRD supaya memilih dia menjadi kepala daerah," tuturnya.
Di sisi lain, kata Karyono, pemilihan kepala daerah langsung merupakan tuntutan reformasi yang menginginkan demokrasi partisipatif, yaitu rakyat terlibat langsung dalam proses demokrasi.
"Kepala daerah dipilih secara langsung sejak 2005 mengikuti sistem pemilihan presiden dan wakil presiden. Tuntutan pemilihan langsung mencuat sejalan dengan semangat keterbukaan sekaligus koreksi terhadap sistem perwakilan," katanya.
Namun, Karyono mengatakan pemilihan secara langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan secara langsung diduga kerap menimbulkan konflik sosial secara vertikal dan horizontal.
Selain itu, sistem pemilihan langsung dinilai menimbulkan biaya politik tinggi yang diduga menjadi salah satu penyebab tumbuhnya korupsi. Maraknya politik uang di masyarakat mendorong perilaku koruptif oleh kepala daerah yang terpilih. (Antara)