Suara.com - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok mengatakan partainya sesungguhnya menginginkan agar kepala daerah tetap dipilih secara langsung oleh rakyat, asalkan pengawasan terhadap pemilihan dilakukan secara ketat agar tidak terjadi money politic.
"Hati kecil sih sesungguhnya tetap ingin pilihan langsung. Tetapi, pengawasan mesti diperketat agar money politic tidak banyak. Kalau sekarang ini kan tidak jelas siapa yang bermain," kata Mubarok kepada Suara.com, Senin (8/9/2014).
Pernyataan Mubarok terkait dengan keinginan mayoritas partai anggota Koalisi Merah Putih di DPR RI agar mekanisme pemilihan kepala daerah diubah, dari kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, menjadi dipilih oleh DPRD.
Ditanya tentang pengawasan seperti apa yang dibutuhkan untuk menciptakan pilkada jujur atau bebas dari praktik money politic, Mubarok tidak menjelaskan secara detail. Ia hanya mengatakan, pasti ada caranya.
Mubarok mengatakan pilkada langsung oleh rakyat hanya cocok untuk negara yang tingkat pendidikan rakyatnya sudah baik. "Itu baru ideal," katanya.
Sedangkan untuk masyarakat dengan tingkat pendidikan rata-rata kurang baik seperti di Indonesia, kata Mubarok, pelaksanaan pilkada langsung tidak ideal.
"Karena rakyat belum bisa pilih calon yang sesungguhnya. Mereka masih bisa dipengaruhi oleh uang, oleh pencitraan dan sebagainya. Oleh karena itu, yang terpilih bukan tokoh yang dibutuhkan," kata Mubarok.
Menurut Mubarok pilkada langsung di Indonesia selama ini hanya menyuburkan praktik money politic, tak hanya di tingkat elite, tetapi sampai di tingkat paling bawah.
Mubarok mengatakan untuk kondisi masyarakat sekarang, pemilihan langsung hanya cocok untuk memilih pejabat lurah. Pasalnya, semua warga di kelurahan setempat mengetahui dan mengenal calon lurahnya.
"Beda kalau pilihan di tingkat kabupaten atau provinsi, rakyat desa tidak tahu dan calon bupatinya karena jauh. itu problemnya," katanya seraya mengatakan hal itu kemudian menjadikan money politic terjadi.
Mubarok juga menekankan gagasan ingin mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah ke DPRD tidak terlalu salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.
Artinya, pilkada langsung bisa membuat masyarakat semakin cerdas, tetapi dalam praktiknya sekarang di tingkat masyarakat berpendidikan rendah, itu jadi lahan praktik money politic bagi yang berkepentingan.
"Bayangin aja, di pilpres yang lalu, tingkat RW terima uang, dan mereka biasa-biasa saja," katanya. "Jadi money politic itu tak hanya elite, tapi sampai ke bawah dan itu lebih bahaya."
Dengan kata lain, apakah dua periode pemilu langsung yang telah memenangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sesungguhnya juga belum ideal? Mubarok mengakui belum ideal.
"Tapi itu kan awal (pemilu langsung), pertama kali. Ketika pertama kali orang belum money politic. Belum kenal. Tapi di pemilu ketiga setelah itu, money politic luar biasa terjadi. Semakin ke sini semakin dahsyat," katanya.
Pemilu paling ideal atau paling demokratis dan jujur, kata dia, hanya terjadi pada 1955 atau pemilu pertama di Indonesia. "Sangat demokrasi, jujur, dibanding orde sekarang ini. Ternyata semakin pintar, orang bukan semakin baik. Semakin pintar, akal makin banyak," katanya.