Mubarok juga menekankan gagasan ingin mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah ke DPRD tidak terlalu salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.
Artinya, pilkada langsung bisa membuat masyarakat semakin cerdas, tetapi dalam praktiknya sekarang di tingkat masyarakat berpendidikan rendah, itu jadi lahan praktik money politic bagi yang berkepentingan.
"Bayangin aja, di pilpres yang lalu, tingkat RW terima uang, dan mereka biasa-biasa saja," katanya. "Jadi money politic itu tak hanya elite, tapi sampai ke bawah dan itu lebih bahaya."
Dengan kata lain, apakah dua periode pemilu langsung yang telah memenangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sesungguhnya juga belum ideal? Mubarok mengakui belum ideal.
"Tapi itu kan awal (pemilu langsung), pertama kali. Ketika pertama kali orang belum money politic. Belum kenal. Tapi di pemilu ketiga setelah itu, money politic luar biasa terjadi. Semakin ke sini semakin dahsyat," katanya.
Pemilu paling ideal atau paling demokratis dan jujur, kata dia, hanya terjadi pada 1955 atau pemilu pertama di Indonesia. "Sangat demokrasi, jujur, dibanding orde sekarang ini. Ternyata semakin pintar, orang bukan semakin baik. Semakin pintar, akal makin banyak," katanya.