Suara.com - Kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi terus terciderai dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Perisitiwa terbaru adalah peristiwa Florence Sihombing yang menyatakan kekesalannya di media sosial karena menyikapi kondisi pelayanan SPBU di Yogyakarta yang dinilai kurang baik yang berujung ditetapkannya sebagai tersangka serta penahanan terhadap dirinya oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta.
Florence dijerat dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 Ayat (1), Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2), UU ITE dan KUHP pasal 310 jo Pasal 311. Dalam hal ini, YLBHI menilai sikap kepolisian tersebut menunjukkan kelemahan kredibilitas kepolisian serta mencerminkan tidak mengedepankan prinsip keadilan dan kebebasan berpendapat.
Koordinator Advokasi Bidang Sipil dan Politik Yayasan LBH Indonesia Moch. Ainul Yaqin menilai peristiwa ini menunjukkan bahwa adanya ketimpangan hukum yang luar biasa yang dialami oleh Florence serta menunjukkan bahwa hukum digunakan sebagai alat untuk membungkam kebebasan berpendapat warga Negara. Padahal dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) dinyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat.
Menurut Ainul Yaqin kepolisian seharusnya bisa memahami suatu peraturan perundang-undangan dengan baik dan benar serta mengedepankan hak-hak kebebasan warga Negara. Penggunaan Pasal 310 dan 311 KUHP menunjukkan bahwa kepolisian sangat diragukan kredibilitasnya karena pasal tersebut salah satu unsurnya adalah nama baik seseorang.
"Sedangkan pernyataan Florence tidak ada sama sekali menyebutkan nama seseorang, namun hanya menyebutkan Kota Yogya. Hal ini yang perlu dipahami oleh pihak kepolisian bahwa Yogya bukanlah nama seseorang, melainkan nama daerah," kata Ainul Yaqin.
Selanjutnya, penggunaan Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE juga tidak memenuhi unsur untuk menjerat pernyataan Florence karena dalam pasal tersebut yang dinamakan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik yang telah diolah.
Hal tersebut di atas juga kurang dipahami dengan baik oleh pihak kepolisian sehingga penetapan tersangka dan penahanan terhadap diri Florence justru mencerminkan arogansi kepolisian dalam menyikapi laporan massa.
Berbagai pertimbangan keadilan dan Hak Asasi Manusia harusnya dikedepankan oleh pihak kepolisian sehingga tindakan-tindakan pemidanaan yang demikian tersebut seharusnya bisa diminimalisir oleh pihak kepolisian.