Suara.com - Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepada mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dinilai terlalu ringan.
Koordinator ICW Emerson Yuntho mengatakan, vonis 4 tahun penjara kepada Ratu Atut jauh di bawah tuntutan jaksa yaitu 10 tahun penjara. Kata dia, vonis rendah kepada Ratu Atut akan menyulitkan upaya untuk menghapus dinasti keluarga Atut di Banten.
“Jaksa KPK harus langsung mengajukan banding atas vonis ringan tersebut. Vonis itu hanya 40 persen dari tuntutan yang disampaikan Jaksa kepada Ratu Atut. Ini tentu akan menyulitkan upaya untuk menghapus dinasti Atut di Banten,” kata Emerson kepada suara.com melalui sambungan telepon, Senin (1/9/2014).
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan penjara kepada Gubernur Banten (nonaktif) Ratu Atut Chosiyah, Senin (1/9/2014),
“Terdakwa Atut Chosiyah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata Ketua Majelis Hakim Matheus Samiaji di Pengadilan Tipikor.
Atut merupakan terdakwa kasus dugaan suap terhadap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menyangkut penanganan sengketa hasil Pilkada Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya, penguasa Banten itu dituntut jaksa dengan 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan. Atut dinilai terbukti menyuap Akil Mochtar.
Jaksa menilai Atut terbukti bersama Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memberi duit Rp1 miliar kepada Akil Mochtar dengan tujuan untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan calon bupati/wakil bupati Amir Hamzah-Kasmin tahun 2013.
Atut terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.