Suara.com - Mendengar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan kepada Gubernur Banten (nonaktif) Ratu Atut Chosiyah, Senin (1/9/2014), sebagian pengunjung sidang histeris.
Mereka yang histeris tak lain adalah para pendukung Atut. Sebagian menangis, sebagian lagi berteriak dengan menyebut nama Allah.
Usai menjatuhkan vonis, Ketua Majelis Hakim Matheus Samiadji meminta tanggapan Atut.
"Bagaimana, tanggapannya disampaikan sendiri atau melalui pengacara," kata Matheus.
"Disampaikan oleh Penasihat hukum yang mulia," Atut menjawab.
"Silakan kepada penasihat hukum," kata Matheus.
"Setelah berbicara dengan klien kami, maka kami akan pikir-pikir dulu yang mulia hingga nanti sampai pada waktunya, karena dari putusan ini kami melihat pendapat Majelis Hakim tidak bulat, dan tidak semuanya bersumber pada fakta-fakta persidangan, masih ada yang bersumber pada asumsi," kata Tubagus Sukatma, penasihat hukum Atut.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya, penguasa Banten itu dituntut jaksa dengan 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan. Atut dinilai terbukti menyuap Akil Mochtar.
Jaksa menilai Atut terbukti bersama Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memberi duit Rp1 miliar kepada Akil Mochtar dengan tujuan untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan calon bupati/wakil bupati Amir Hamzah-Kasmin tahun 2013.
Atut terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.