Suara.com - Pertemuan empat mata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan penggantinya, Joko Widodo, di Nusa Dua, Bali, Rabu (27/8/2014) malam mendapat pujian. Pertemuan tersebut dinilai sebagai tradisi baru transisi pemerintahan di Indonesia.
"Poin pentingnya ini adalah tradisi baru yang harus dilakukan pada setiap pergantian pemerintahan di masa mendatang," kata pengamat politik Arya Fernandes kepada suara.com, Kamis (28/8/2014) pagi.
Mengapa hal itu disebut tradisi baru? Arya mengatakan karena bangsa Indonesia belum punya sejarah dimana Presiden incumbent membuka ruang dialog dan membantu Presiden pengganti demi mengawal proses transisi agar berjalan lancar.
Itu sebabnya, Arya berharap peristiwa itu diwarisi pemerintahan-pemerintahan yang akan datang.
Arya menilai pertemuan tersebut merupakan pertemuan penting dalam proses transisi kekuasaan. Presiden SBY, katanya, telah menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia berkomitmen untuk membantu pemerintahan penerusnya agar berjalan dengan baik.
"Ini juga menunjukkan komitmen Presiden SBY untuk membantu pemerintahan berikutnya agar ia bisa mengakhiri pemerintahan secara mulus," kata Arya.
Sementara pada sisi Jokowi, kata Arya, juga menunjukkan komitmen kuat untuk membangun bangsa.
"Nah, tentu Jokowi juga berkepentingan agar program-program yang telah disampaikannya saat pidato dulu bisa terealisasi dan terakomodir dalam pembahasan RAPBN 2015," kata Arya.
Pertemuan SBY dan Jokowi di Bali, kata Arya, juga bisa dimaknai sebagai pertemuan politik terkait dengan koalisi. "Bisa dimaknai untuk membujuk Demokrat agar gabung ke pemerintah," kata Arya.
Arya mengatakan langkah kedua tokoh patut diapresiasi secara positif. Ia berharap ini menjadi langkah awal yang baik bagi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.