Suara.com - Pengacara Terdakwa kasus proyek pengadaan videotron, Hendra Saputra, Fahmi Syakir, menilai Majelis Hakim takut dan tidak menggunakan hati nurani dalam memutuskan perkara yang dialami kliennya.
Dia juga menilai bahwa Majelis hakim hanyalah corong Undang-undang yang hanya mengandalkan logika hukum bukan berdasarkan keadilan.
"Majelis Hakim tidak menggunakan hati nurani dalam memutuskan perkara ini, mereka takut dan hanya berpatokan pada rule dan logic bound demi tercapainya keadilan substansial," kata Fahmi Syakir di pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu(27/8/2014).
Sementara itu penasihat hukum lainnya, Unoto menilai bahwa dua Majelis Hakim yang memutus Hendra terbukti bersalah sudah menyimpang dari ketentuan, di mana ancaman minimal empat tahun menjadi satu tahun, yang seharusnya Hakim berani untuk membebaskan kliennya.
"Dua hakim kami nilai sudah menyimpangi ketentuan, walaupun menguntungkan kita di mana dari empat menjadi satu tahun, tetapi seharusnya Hakim berani untuk membebaskannya dari segala dakwaan," katanya.
Dia menyatakan putusan itu menjadi tonggak sejarah untuk membuktikan ketidakberanianian hakim dalam mengambi keputusan yang benar.
"Fakta-fakta sudah terbuka, dimana Hendra ini hanya menjadi korban karena diperalat oleh orang yang punya kepentingan, inilah bukti ketidakberanian Majelis Hakim," ujarnya.
Hendra Saputra divonis satu tahun pidana penjata dengan denda 50 juta rupiah subsider saru bulan kurungan, karena secara sah dan menyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.