Suara.com - Mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin mengakui diminta untuk membakar data mengenai asal perolehan uang untuk membiayai pelaksanaan kongres partai pada Mei 2010.
"Apakah Anda diminta untuk membakar data dokumen?" tanya jaksa penuntut umum Ahmad Burhanuddin dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/8/2014).
Buharnuddin menanyakan hal itu kepada Nazaruddin saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.
"Iya, waktu habis kongres, setelah dipakai uangnya harus dihapus," tambah Nazaruddin.
"Dalam keterangan saudara disebutkan 'Pengumpulan dana oleh Eva (Ompita Soraya), Eva hanya mencatat atas perintah Anas atas izin saya. Pencacatan lebih banyak oleh Eva di laptop Rahmat. Laporan di Eva berikut 'flashdisk' sebelum saya meninggalkan Indonesia dan setelah Rosa ditangkap saya dipanggil ke ketua DPP demokrat dan saya diminta untuk membakar semua dokumen, dan kantong-kantong keuangan mas Anas dibakar. Saya diminta mengambil uang dari Mahfud Rp5 miliar ke Eva. Rp4 miliar untuk media dan Rp1 miliar untuk pengacara Rosa dan mobil Jafar Hafsah, apakah benar?" tanya jaksa Burhanuddin.
"Perintahnya adalah semua dokumen di fraksi, DPP, semua dibakar jangan ada yang disisakan. Lalu saya disuruh agar Rp5 miliar diantar ke Saan (Mustofa) sama seperti BAP itu," ungkap Nazaruddin.
Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek. (Antara)