Suara.com - Dulu, ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (alm) masih menjabat Presiden RI, Paspampres sering dibikin bingung. Pasalnya, Presiden Gus Dur minta jumlah pasukan yang menjaganya tidak terlalu banyak.
Selain itu, Gus Dur juga kerap bergerak di luar protokoler.
"Zaman Gus Dur, pasukan dibikin bingung karena Gus Dur cenderung semau sendiri. Ketika lagi jalan, tiba-tiba minta berhenti cuma buat beli duren," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok sambil tertawa kepada suara.com, Minggu (24/8/2014) pagi.
Padahal, kata Mubarok, Paspampres memiliki standar pengamanan sendiri, mengingat tanggung jawab mereka sangat berat
"Berhenti di jalan untuk beli duren, itu kan seharusnya tidak boleh. Tapi kan Gus Dur, dia malah bilang 'saya yang ngatur,'" kata Mubarok sambil terkekeh.
Berbeda dengan zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menurut Mubarok sangat taat asas. Presiden SBY selalu mengikuti protokoler pengamanan Kepala Negara yang dijalankan Paspampres.
"Kalau sistemnya seperti itu, ya diikuti Pak SBY," kata Mubarok. "Pak SBY menghormati sistem baku."
Bagaimana dengan Presiden RI terpilih untuk periode 2014-2019, Joko Widodo?
Setelah ditetapkan sebagai presiden terpilih, 22 Juli 2014, Jokowi mengatakan tidak ingin dikawal dengan pengamanan super ketat yang justru membuatnya tidak bisa dekat dengan rakyat, apalagi ia hobi blusukan ke kampung-kampung.
"Wong namanya Paspampres itu kan kita yang mengatur. Masa saya yang diatur Paspampres. Enggak kebalik?" kata Jokowi, Jumat (22/8/2014).
Standar protokoler pengamanan Presiden adalah 37 anggota Paspampres, tujuh rangkaian mobil, dan tiga sepeda motor pengamanan melekat. Tapi, Jokowi berencana menguranginya.
"Itu standarnya, tapi masih kita hitung. Kalau tiga cukup, ya tiga saja," kata Jokowi, mantan Wali Kota Solo.
Menurut Mubarok, selera Jokowi mirip selera Gus Dur.
"Tapi nanti kalau ada sesuatu yang yang menimpa Presiden, yang disalahkan tetap Paspampres juga," kata Mubarok.
Mubarok mengatakan pengurangan jumlah anggota Paspampres yang mengawal Presiden boleh-boleh saja.
"Tapi Paspampres punya standar baku. Mungkin ya jangan terlalu mencolok saja," kata Mubarok.