Suara.com - Hari ini, 85 tahun silam, Yasser Arafat lahir di Kairo, Mesir. Arafat merupakan tokoh perjuangan Palestina melawan pendudukan Israel. Lelaki yang gemar memakai keffiyeh (penutup kepala) bermotif hitam putih itu memimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sejak tahun 1969 hingga kematiannya pada tahun 2004.
Saat berumur empat tahun, ibunda Arafat meninggal dunia. Ia pun dipulangkan ke ke Yerusalem untuk tinggal bersama seorang paman. Empat tahun berselang, ia kembali ke Kairo, berkumpul lagi dengan ayahnya. Sayang hubungan mereka tidak berjalan baik, justru kian memburuk karena sang ayah sering memukulinya. Penyebabnya, Arafat kerap menyelinap dan bergabung dengan pusat studi Yahudi di Kairo, hanya karena dia penasaran dan ingin mempelajari mentalitas Yahudi.
Sejak muda, Arafat sudah melakukan perlawanan terhadap Israel, meski belum secara langsung. Ia menyelundupkan senjata dari negara-negara Arab bagi Palestina untuk memerangi Yahudi dan Inggris, yang kemudian mendirikan negara Israel di tanah Palestina.
Pada tahun 1958, Arafat, bersama sejumlah koleganya di Kuwait, membentuk Fatah, gerakan bawah tanah yang menghimpun kekuatan guna melawan Israel. Arafat mencoba independen dengan Fatah-nya. Ia tak meminta sumbangan dari negara-negara Arab seperti Saudi atau Suriah. Fatah menggalang dana dan dukungan dari pengusaha-pengusaha kaya Palestina yang berada di luar negeri. Sejak saat itu, Fatah melakukan serangan-serangan pada Israel. Namun, minimnya pelatihan membuat mereka kerap gagal.
Pergerakan mereka mulai diperhitungkan ketika pada tahun 1969, Arafat akhirnya menjadi pimpinan komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang sudah ada sebelum Fatah. Dalam perjuangannya, basis PLO berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pertama kali adalah di Yordania. Dengan personel yang semakin bertambah, PLO kerap mengalami gesekan dengan pemerintah Yordania. Puncaknya, mereka diminta keluar oleh penguasa Yordania kala itu, Raja Hussein. Mereka pun menyeberang ke Lebanon dan melakukan perlawanan terhadap Israel dari negeri tersebut.
Pengeboman, penembakan, dan pembunuhan warga Israel adalah yang mereka lakukan kala itu. Yang paling jadi sorotan adalah pembunuhan sebelas atlit Israel dalam ajang Olimpiade Munich tahun 1972. Namun, Arafat membantah terlibat dan menuding aksi tersebut adalah inisiatif Black September, salah satu kelompok bentukan PLO.
Keluar dari Lebanon, lagi-lagi lantaran gesekan dengan pemerintah, Arafat mencetuskan gerakan intifada, gerakan protes melawan okupasi Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Demo, pelemparan batu, bom molotov, hingga pembakaran ban adalah metode yang umum mereka lakukan, bahkan hingga kini.
Tahun 1988 jadi titik bali bagi Arafat dan PLO. Memberikan pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Arafat menekankan perwujudan perdamaian di Timur Tengah. Maka disepakatilah proses perdamaian melalui Piagam Oslo pada tahun 1993 yang memperbolehkan dibentuknya pemerintahan Palestina dengan Arafat sebagai presidennya. Atas kesepakatan itu, Arafat, bersama petinggi Israel kala itu, Shimon Peres dan Yitzhak Rabin, sama-sama meraih hadiah Nobel Perdamaian.
Namun, perdamaian yang sesungguhnya tak pernah tercipta di kawasan itu. Berulang kali terjadi bentrokan, termasuk gerakan intifada kedua yang dilancarkan pada tahun 2000. Pada tahun 2004, Arafat yang dikurung Israel dan AS dalam rumahnya menderita sakit. Awalnya hanya gejala seperti flu, namun karena kondisinya yang kian parah, Arafat dibawa ke Paris, Prancis. Namun, garis nasib berkata lain, Arafat meninggal sebulan kemudian, tepatnya pada 11 November 2004.
Menyusul penemuan zat radioaktif di sejumlah benda pribadi Arafat, penyebab kematiannya pun memunculkan tanda tanya. Pada tahun 2013, tim ahli forensik dari Prancis, Swiss, dan Rusia membongkar makam Arafat. Tim Swiss, seperti dikutip Al Jazeera, menemukan zat beracun polonium dalam tulang rusuk Arafat dalam kadar yang cukup mematikan. Laporan serupa juga ditemukan oleh tim ahli dari Prancis. Namun, baik tim dari Swiss maupun Prancis tak berani menyimpulkan bahwa Arafat meninggal akibat racun. Yang berbeda sama sekali adalah laporan dari tim forensik Rusia. Menurut mereka, Arafat meninggal secara alami, namun tidak menyebutkan secara rinci apa penyebabnya.
Sampai saat ini, setiap rakyat Palestina, apapun ideologi atau faksinya, menganggap Arafat sebagai pahlawan pejuang perdamaian sekaligus martir yang menjadi simbol perjuangan melawan negara Zionis Israel.
Anda pasti juga tertarik dengan kisah mereka:
Fidel Castro, 638 Kali Hampir Mati di Tangan CIA
Nelson Mandela, "Bapak Bangsa" Pecinta Batik Indonesia
Ayatollah Khamenei, Sebut Israel Sebagai "Kanker"
Benito Mussolini, Luar Biasa Benci Pada Yahudi
Barack Obama, Presiden yang Suka "Selfie"
Deng Xiaoping, Tangannya Berlumuran Darah Manusia tak Berdosa?