Suara.com - Polisi Israel dipaksa bekerja keras, Minggu (18/8/2014), untuk mencegah tidak kurang dari 200 warga Yahudi garis keras mengamuk dalam pernikahan Maral Malka (23) dan Mahmoud Mansour (26), pasangan yang berasal dari Jaffa, Tel Aviv, Israel.
Ratusan orang dari kelompok garis keras bernama Lehava itu berteriak-teriak "kematian bagi orang Arab" di tengah pernikahan antara Malka yang sebelumnya memeluk Yahudi dengan Mansour, warga Israel keturunan Arab yang beragama Islam.
Puluhan polisi, termasuk anggota pasukan elit kepolisian Israel, membentuk pagar hidup untuk mencegah para demonstran masuk ke area tempat berlangsungnya pernikahan itu. Empat orang ditahan dalam demonstrasi, yang digelar di tengah ketegangan akibat serangan militer Israel ke Gaza
Sebelumnya pengacara kedua sejoli itu sudah berupaya agar pengadilan melarang aksi demonstrasi tersebut, tetapi usahanya gagal. Dia hanya mendapat bantuan aparat keamanan untuk menjaga agar demonstran beraksi 200 meter dari gedung pernikahan, Rishon Lezion, Tel Aviv.
Adapun kedua pengantin, kepada saluran televisi Israel, Channel 2 TV, mengatakan tidak gentar dengan upaya kelompok garis keras itu.
"Kami akan menari dan bergembira sampai matahari terbit. Kami mendukung hidup berdampingan," kata Mansour.
Lehava sendiri adalah kelompok yang sering menyerang warga Arab-Yahudi di Israel. Menggunakan dasar ayat-ayat kitab suci untuk melarang pernikahan antara agama. Hanya saja, sebelumnya mereka tidak pernah menggelar aksi di tempat pernikahan.
Cinta mengalahkan segalanya
Para demonstran, sebagian besar pemuda berbaju hitam, mengecam Malka yang terlahir sebagai perempuan Yahudi tetapi kemudian menjadi mualaf. Malka mereka sebut "pengkhianat negara Yahudi". Tidak hanya itu mereka juga berteriak "kematian bagi warga Arab" dan "Semoga desamu terbakar hangus".
Tetapi tidak jauh dari situ, beberapa warga Israel lainnya yang berpikiran lebih terbuka, menggelar aksi tandingan. Meski jumlahnya lebih sedikit, mereka berani membawa balon-balon dan plakat bertuliskan "Cinta mengalahkan segalanya."
Presiden Israel, Reuven Rivlin, yang baru saja dilantik Juli kemarin menggantikan Shimon Peres, juga mengeritik demonstrasi itu yang dia nilai bisa menyebabkan "kemarahan dan kekhawatiran".
"Aksi-aksi itu merusak dasar kehidupan berdampingan di sini, di Israel, di negara yang Yahudi sekaligus demokratis," tulis Rivlin di akun Facebook-nya.
Uniknya lagi, salah satu tamu dalam pernikahan itu adalah Menteri Kesehatan Israel, Yael German. Dia adalah salah satu sekutu Perdana Menteri Benyamin Netanyahu. Kepada wartawan yang mencegatnya di luar gedung pesta, dia mengatakan demonstrasi menentang pernikahan itu adalah "salah satu ekspresi demokrasi."
Di Israel sendiri, 20 persen populasinya adalah warga Arab yang sebagian besar beragama Islam. Otoritas keagaam Yahudi menentang pernikahan antara Arab dan Yahudi karena khawatir jumlah orang Arab akan mengalahkan jumlah warga Yahudi di Israel. (Reuters)