Suara.com - Saksi ahli yang dihadirkan penggugat dan tergugat dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan pendapat berbeda terkait pembukaan kotak suara Pilpres 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum.
Saksi ahli dari pihak penggugat, kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, menilai bahwa pembukaan kotak suara pilpres oleh KPU selaku pihak tergugat merupakan tindakan tidak etis.
"Pembukaan kotak suara itu tidak tepat, mengapa? Perkara yang sudah berjalan, dan berdasarkan acara di MK, terbuka kemungkinan MK misalnya memerintahkan untuk dilakukan penghitungan suara ulang. Bagaimana mau penghitungan suara ulang kalau data sudah keluar?" kata Margarito Kamis selaku saksi ahli hukum tata negara pasangan Prabowo-Hatta, saat sidang dugaan pelanggaran kode etik DKPP, di Jakarta, Jumat (15/8) malam.
Margarito Kamis menambahkan ada kemungkinan dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), MK memerintahkan KPU untuk menghadirkan kotak suara. Namun karena sudah dibuka hal ini patut dipertanyakan.
"Dalam perkara-perkara di MK, bila majelis membutuhkan, majelis akan memerintahkan KPU misalnya untuk menghadirkan korak suara, dan lain-lain itu. Tidak bisa dicurigai tapi patut juga dipikirkan jangan-jangan tindakan itu dipertimbangkan menghambat putusan sela untuk penghitungan suara ulang. Karena sudah terbuka validitas tidak ada lagi," jelasnya.
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta pun mempertanyakan mengapa KPU pusat mengedarkan surat kepada jajaran di bawahnya untuk memerintahkan membuka kotak suara pada tanggal 25 Juli namun kemudian mengirim surat pada MK pada 7 Agustus untuk minta tanggapan soal pembukaan kotak suara.
"Mengapa diminta izin pada MK kalau memang katanya itu hak KPU? Ada keraguan dari KPU apa mereka punya kewenangan untuk lakukan pembukaan. Kalau KPU berpendapat itu kewenangan mereka kenapa minta izin MK? Maka (pembukaan kotak suara) itu tindakan tidak etis," kata Margarito.
Sementara itu, saksi ahli dari KPU, Prof Dr Harjono, menilai bahwa pembukaan kotak suara adalah wewenang lembaga penyelenggara pemilu tersebut, oleh karena itu merupakan properti milik KPU dan tidak perlu izin kepada siapapun. Menurutnya tindakan tersebut bukan pelanggaran.
"Soal buka tidak ada hubungan denggan keabsahan, karena itu properti KPU. Sebagai lembaga independen siapa yang pertanggungjawabkan itu, ya KPU," jelas mantan Hakim MK itu.
Sedangkan terkait surat edaran yang juga dipermasalahkan kubu Prabowo-Hatta, Harjono menganggap tidak ada masalah terkait hal tersebut.