Suara.com - Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah menyetujui pengajuan permohonan pengujian formil dan materil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 terhadap UUD 1945.
Siang ini, Jumat (15/8/2014) pukul 13.00 WIB, Tim Litigasi DPD bersama kuasa hukum akan mendaftarkan permohonan ke Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat 6, Jakarta Pusat.
Di sidang paripurna yang berlangsung kemarin, Kamis (14/8/2014), tim Litigasi DPD menyampaikan beberapa pandangan mereka terhadap materi ayat, pasal, atau bagian UU 17/2014, bahwa persoalan utama konstitusional UU MD3 ialah ketidaksesuaian ketentuan pembentukannya serta akibat formil dan materilnya yang bertentangan dengan UUD 1945.
Jadi, fokus pengujian (toetsing) UU MD3 adalah inkonstitusionalitas formil dan inkonstitusionalitas materil (fungsi legislasi, hubungan antarlembaga perwakilan; serta penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih KKN).
Ketua Tim Litigasi DPD I Wayan Sudirta (senator asal Bali) menjelaskan bahwa ketimpangan pengaturan kelembagaan antara DPR dan DPD dalam UU MD3 sangat kasat mata.
“Di antaranya, menyangkut pengaturan fungsi, tugas, dan wewenang DPR-DPD, jumlah dan nomenklatur alat kelengkapannya masing-masing, serta hak anggota DPR-DPD yang timpang,” kata Wayan.
Pimpinan DPD, yaitu Irman Gusman (Ketua DPD), La Ode Ida (Wakil Ketua DPD), dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas (Wakil Ketua DPD), selaku pemberi kuasa yang bertindak untuk dan atas nama DPD, memberikan kuasa kepada Todung Mulya Lubis (koordinator), Alexander Lay, Aan Eko Widiarto, Muspani, dan Benediktus Hestu Cipto Handoyo, untuk mengurus kasus ini.