Jarang Bantu Proyek, Nazaruddin Menyesal Anas Jadi Ketum Demokrat

Laban Laisila Suara.Com
Kamis, 14 Agustus 2014 | 18:31 WIB
Jarang Bantu Proyek, Nazaruddin Menyesal Anas Jadi Ketum Demokrat
Anas Urbaningrum di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi. [suara.com/Adrian Mahakam]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyesali Anas Urbaningrum sempat terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Sikap Anas ini disampaikan oleh kata mantan staf ahli Nazaruddin di DPR, Nuril Anwar, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/8/2014).

Menurut Nuril, sikap ini disampaikan Nazar karena menilai Anas tidak membantu untuk mengurus proyek-proyek yang ditangani Nazaruddin.

"Justru yang banyak membantu itu yang banyak membantu itu DPR, Pak MA (Marzuki Alie)," ungkap Nuril.

Nuril menjadi saksi untuk terdakwa bekas ketum Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

"Dari situ yang membuat hubungan Pak Nazar dan beliau (Marzuki Alie) sangat dekat, dan terakhir sebelum ke Singapura bertemu selama tiga jam di mobil, saya di depan, Bu Neneng dan Pak Nazar. Dia (Nazaruddin) menyesal karen Pak Anas tidak bisa diatur-atur padahal proyek banyak," ungkap Nuril.

Nazaruddin adalah pimpinan Anugerah atau Permai Grup yang menangani berbagai proyek pemerintah.

Nazaruddin sendiri seharusnya menjadi saksi dalam persidangan kali ini, tapi hingga pukul 17.00 WIB, ia belum juga tampak meski petugas KPK sudah diperintahkan untuk menjemput Nazaruddin dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.

Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta,satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI