Suara.com - Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi atau yang dikenal dengan PP Aborsi diminta tidak disalahgunakan. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, K.H. Ma'ruf Amin.
"Tujuan dari PP tersebut sebetulnya bagus, tetapi jangan sampai disalahgunakan," ujarnya di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Aborsi boleh dilakukan jika mengancam jiwa si ibu dan tidak ada cara lain. Kedua, aborsi bisa dilakukan bila ada alasan medis baik fisik maupun psikis, yang keduanya mengancam keselamatan si ibu.
"Korban pemerkosaan dan hamil diperbolehkan untuk mengaborsinya," kata dia.
Hak menentukan aborsi tersebut adalah ahli medis, para dokter. Selain itu, ada batasan usia tertentu bahwa usia kandungan tak lebih dari sebelum kandungan memiliki roh.
"Hanya diperbolehkan untuk kandungan yang kurang dari 40 hari, atau tepatnya sebelum roh itu ditiupkan," kata dia.
MUI juga akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan tersebut.
PP tentang Reproduksi Kesehatan tersebut merupakan pelaksanaan dari UU 36/2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014 yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 tersebut, mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan sesuai UU 36/2009 Pasal 75 Ayat 1.
Pasal tersebut menyatakan larangan aborsi kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban. (Antara)