Fidel Castro, 638 Kali Hampir Dibunuh CIA

Ruben Setiawan Suara.Com
Rabu, 13 Agustus 2014 | 09:00 WIB
Fidel Castro, 638 Kali Hampir Dibunuh CIA
Mantan Presiden Kuba, Fidel Castro. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari ini, 88 tahun silam, Fidel Alejandro Castro Ruz lahir di Biran, Kuba. Fidel Castro, demikian dia biasa disebut, merupakan tokoh revolusi yang berkuasa selama lima dekade di negeri tersebut.

Sejak kecil, Castro hidup berkecukupan. Ayahnya seorang petani tebu kaya raya asal Spanyol. Punya ayah tajir, Castro bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah mahal. Di sekolah, Castro lebih tertarik pada bidang olahraga, tak terlalu berminat pada bidang akademis. Kuliah hukum di Universitas Havana, ia mulai terlibat aktivitas politik berhalauan kiri. Ia giat menyuarakan nasionalisme, anti-imperialisme, dan sosialisme.

Melihat kediktatoran penguasa Republik Dominika, Rafael Trujillo, darah Castro menggelegak. Demi keadilan sosial yang ia bela, lelaki yang sekilas mirip aktor Liam Neeson itu berangkat ke negeri tetangga itu dan bergabung dengan upaya kup pada tahun 1947. Tak dipersiapkan dengan baik, kup pun gagal, bahkan sebelum dimulai. Namun, semangat reformasinya belum padam.

Pulang kampung, Castro bergabung dengan Partido Ortodoxo, partai anti-komunis yang dibangun untuk melawan korupsi pemerintahan Kuba. Sayang, upaya mereka menyeret biang-biang koruptor negara menemui jalan buntu. Yang terjadi malah muncul pemerintahan diktator di bawah pimpinan Jenderal Fulgencio Batista. Kekuatan jenderal ini kian solid setelah menjalin hubungan erat dengan kaum elit dan Amerika Serikat.

Pada 1953, Castro, bersama 150 pendukungnya menyerang barak militer Moncada dengan tujuan menggulingkan Batista. Usahanya menemui jalan buntu. Banyak anggotanya, termasuk dia, ditangkap. Puluhan lainnya bahkan dibantai secara keji. Castro pun dijebloskan ke penjara selama 15 tahun.

Di penjara, Castro tak tinggal diam. Aktif menulis dan menggalang dukungan dari rakyat Kuba, akhirnya ia diberi amnesti dan dibebaskan. Kala itu, ia tak lagi dianggap ancaman bagi Batista. Sang diktator salah besar. Castro pergi ke Meksiko dan bertemu dengan tokoh revolusi muda Argentina, Che Guevara. Dengan bantuan El Che sang pakar gerilya, Castro mempersiapkan strategi menggulingkan Batista.

Setelah melakukan persiapan matang, Castro menyerang ke Kuba dengan sebuah perahu berkekuatan 81 tentara pada tahun 1956. Lagi-lagi, pasukannya dengan mudah ditumpas Batista. Namun dirinya, adiknya, dan Guevara berhasil lolos, bersembunyi di pegunungan Sierra Maestra sembari menyusun strategi baru.

Selama dua tahun setelahnya, Castro bergerilya, membentuk kelompok-kelompok perlawanan kecil di satu kota ke kota lainnya. Bahkan, ia berhasil membentuk pemerintahan tandingan, dan melakukan reformasi agraria pula.

Baru pada 1958, setelah merasa kuat, Castro melakukan perang terbuka. Sukses merebut wilayah-wilayah strategis, Castro juga terbantu oleh banyaknya tentara pemerintah yang membelot. Batista akhirnya tumbang pada Januari 1959.

Sebulan berselang, Castro diangkat sumpah sebagai Perdana Menteri. Saat memerintah, Castro keras terhadap AS dan menjalin hubungan erat dengan Uni Soviet. Banyak perusahaan dan perkebunan As yang dinasionalisasi. Hubungan Kuba dan AS pun memburuk dan berujung pada berakhirnya hubungan diplomatik kedua negara.

REKOMENDASI

TERKINI