Suara.com - Pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang meminta Malaysia membongkar pembangunan Tiang Pancang Mercusuar di Tanjung Datu, Kalimantan Barat diapresiasi oleh Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana.
"Bila Malaysia hendak membangun Mercusuar di wilayah Landas Kontinen Indonesia maka Malaysia wajib meminta izin kepada Indonesia," kata Hikmahanto menanggapi pernyataan Moeldoko, Minggu (10/8/2014).
Panglima TNI Jenderal Moeldoko membuat pernyataan keras terhadap Malaysia atas tiang pancang sebagai pembangunan Mercusuar oleh Malaysia di Tanjung Datu. Panglima meminta Malaysia untuk membongkar tiang pancang tersebut atau TNI-lah yang akan membongkarnya.
Hikmahanto mengatakan bahwa pernyataan keras Panglima TNI didasarkan pada Perjanjian Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1969 dan Konvensi Hukum Laut 1982. Dalam hal ini Malaysia dan Indonesia telah meratifikasi.
"Berdasarkan Perjanjian Landas Kontinen, pemasangan tiang pancang berada dalam koordinat hak berdaulat Indonesia," jelasnya.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982, secara tegas disebutkan bahwa negara yang mempunyai hak berdaulat di landas kontinen mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan memiliki kewenangan dan pengaturan atas instalasi yang dibangun di atasnya.
Menurut Hikmahanto Malaysia sepertinya mencoba untuk menunda dan mengulur-ulur waktu dalam membongkar tiang pancang meski telah dilakukan perundingan.
Malaysia, lanjut dia, terlihat hendak bertahan dalam membangun Mercusuar dengan harapan pemerintah Indonesia akan lalai dalam perhatian dan pada gilirannya mengabaikan.
Oleh karena itu, ultimatum Panglima TNI yang intinya bila dalam kurun waktu tertentu Malaysia tidak juga membongkar tiang pancang, berdasarkan Pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982, Indonesia dapat membongkarnya.
"Protes dan keberatan Malaysia terhadap tindakan Indonesia untuk membongkar tidak akan mungkin mengingat tiang pancang tersebut berada di landas kontinen Indonesia," katanya. (Antara)