Suara.com - Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) mengungkapkan potensi kerugian TKI dari dugaan aksi pungli i dan pembebanan biaya-biaya atas TKI terjadi di seluruh proses penempatan TKI bisa mencapai Rp18 triliun per tahun.
Dalam rilis yang disampaikan APJATI, Sabtu (9/8/2014), pungli di sepanjang proses penempatan jauh lebih mengerikan ketimbang pemerasan yang baru terbongkar di Soekarno-Hatta.
Pungli dan pembebanan biaya-biaya atas TKI terjadi di seluruh proses sejak pembuatan dokumen, seleksi, rekomendasi ID (pengenal), pembuatan pasport, Konsorsium LSP, sertifikasi, durasi pelatihan di Balai Latihan Kerja Luar Negeri, sistem on line perbankan hingga proses terbitnya Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga yang ditunjuk Pemerintah.
Pemerasan, pungli dan pembebanan biaya-biaya pada sistem kredit dan online perbankan yang ditunjuk oleh pemerintah juga merugikan TKI, terutama atas mereka yang bekerja di asia pasifik yang tidak memerlukan pemotongan gaji.
Pada sistem on line perbankan di China Trust Bank, TKI dikenakan bunga sangat tinggi, melebihi bunga kartu kredit yang mencapai 48 persen.
Khusus untuk sistem perbankan on line pada penempatan ke Singapura melalui 11 lembaga keuangan juga sangat merugikan TKI dan PPTKIS.
Apjati mengindikasikan praktik ini menjadi sarana bagi berbagai pihak untuk memeras TKI melalui penerapan bunga yang tinggi dan penjualan formulir lembaga keuangan senilai 100 dolar AS per TKI yang tidak memberikan faedah apa-apa kepada mereka.
Jika, rata-rata 15.000 TKI setiap bulan yang berangkat melalui sistem formulir tersebut, maka terdapat 1.500.000 dolar AS yang terhimpun atau setara dengan Rp1,5 triliun (dengan kurs Rp10.000 per dolar) dan setahun menjadi Rp18 triliun.