Suara.com - Dewan Penasihat Tim Transisi Jokowi yang baru saja ditunjuk, AM Hendropriyono, ingin tim yang dipimpin Rini Soemarmo bisa bekerja efektif. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini juga menyatakan siap menyampaikan nasihat, hanya terbatas jika tim membutuhkannya.
"Saya ditugaskan jadi penasihat, jadi saya segera menyiapkan diri untuk memberi nasihat. Nasihat itu diminta atau tidak, saya sampaikan," kata Hendropriyono di Rumah Transisi Jokowi-JK, Jalan Situbondo 10, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/8/2014).
Hendro tidak masalah misalnya nasihat berkaitan dengan dunia intelijen yang disampaikan kepada tim tidak dilaksanakan, karena hal itu merupakan kewenangan anggota tim. Namun dia menekankan bahwa tim harus bekerja efektif.
"Saya kira kita semua ingin supaya apa yang menjadi tujuan dari rumah transisi ini tercapai secara efektif dan efisien,"lanjutnya.
Hendropriyono, yang kini dipilih tim dan Jokowi ini memang punya pengalaman banyak di dunia intelijen dan militer.
Dia pernah bertugas sebagai Kepala Badan Intelijen (BIN) selama empat tahun pada periode tahun 2001-2004 di Kabinet Gotong Royong yang di bawah pemerintahan Megawati.
Lelaki kelahiran Yogyakarta, 7 Mei 1945 ini juga pernah tercatat sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII serta Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi yang kemudian merangkap Menteri Tenaga Kerja.
Meskipun mentereng dengan sejumlah tugas militer dan pengalaman di pemerintahan, namanya juga disebut terlibat dugaan kasus pelanggaran HAM pembantaian di Talangsari Way Jepara, Lampung pada 1989.
Saat itu Hendropriyono yang masih berpangkat Kolonel ABRI, menjabat sebagai Danrem 043/Garuda Hitam. Pasukannya dituding terlibat membantai warga di Talangsari, komunitas Jemaah warga pimpinan Warsidi.
Jumlah korban tewas dalam kasus pembataian jemaah Warsidi hingga kini masih simpang siur. Versi pemerintah menyebut 30 korban, sedangkan masyarakat mengatakan 280 orang.