Suara.com - Nama lengkapnya Abdullah Makhmud Hendropriyono, atau media sering menyingkatnya dengan nama A.M Hendropriyono.
Dia pernah bertugas sebagai Kepala Badan Intelijen (BIN) selama empat tahun pada periode tahun 2001-2004 di Kabinet Gotong Royong yang di bawah pemerintahan Megawati.
Lelaki kelahiran Yogyakarta, 7 Mei 1945 ini juga pernah tercatat sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII serta Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi yang kemudian merangkap Menteri Tenaga Kerja.
Hendro yang merupakan lulusan Akademi Militer Nasional di Magelang pada 1967 ini sangat akrab dengan dunia militer dan intelijen.
Dia juga orang pertama dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) di bidang Ilmu Intelijen pada 7 Mei 2014, tepat pada hari kelahirannya 69 tahun yang lalu.
Hendro adalah lulusan terbaik bidang akademik dan kertas karya perorangan dengan mendapat anugerah Wira Karya Nugraha pada 1989 dari Sekolah Staf dan Komando (Sesko) ABRI.
Sejumlah operasi militer yang diikutinya yakni dari Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste.
Meskipun mentereng dengan sejumlah tugas militer dan pengalaman di pemerintahan, namanya juga disebut terlibat dugaan kasus pelanggaran ham pembantaian di Talangsari Way Jepara, Lampung pada 1989.
Saat itu Hendropriyono yang masih berpangkat Kolonel ABRI, menjabat sebagai Danrem 043/Garuda Hitam.
Pasukannya dituding terlibat membantai warga di Talangsari, komunitas Jemaah warga pimpinan Warsidi.
Jumlah korban tewas dalam kasus pembataian jemaah Warsidi hingga kini masih simpang siur. Versi pemerintah menyebut 30 korban, sedangkan masyarakat mengatakan 280 orang.