Suara.com - Rachmawati Soekarnoputri menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera memproses kasus dugaan korupsi terkait pengeluaran Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) yang diduga melibatkan kakak kandungnya, Megawati Soekarnoputri.
"Kalau kita bicara tentang korupsi, negara rugi ratusan triliun. Kalau KPK jujur dan adil dan tebang pilih. Maka proses itu (kasus SKL BLBI)," ujar Rachmawati di kediamannya di Jati Padang, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2014).
"Subsidi ditarik dan kebocoran dibiarkan terus. Megawati, BLBI proses dong itu," bebernya.
Sebagai informasi, SKL BLBI dikeluarkan ketika Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Surat tersebut dikeluarkan berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Namun, kala itu Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitor. Padahal, beberapa pihak sudah mengantongi SKL dan menerima release and discharge dari pemerintah.
Berdasarkan hasil audit BPK, sebanyak 48 bank umum nasional menerima total dana sebesar Rp144,5 triliun. Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp138,4 triliun. Sementara itu, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa ada penyimpangan Rp54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI dan menyimpulkan Rp53,4 triliun terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
Tak hanya kasus yang diduga menyeret kakaknya, ia juga meminta lembaga anti rasuah itu untuk segera mengungkap kasus korupsi yang diduga dilakukan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).
"Saya dengar Jokowi itu juga punya kasus korupsi Trans Jakarta itu dan kartu sehat pas di Solo," kata adik Megawati itu.
Terkait kasus itu, Rachmawati menyayangkan mengapa kasusnya diserahkan di Kejaksaan, bukan langsung ke lembaga yang dipimpin oleh Abraham Samad itu.
"Ini kasus (korupsi Trans Jakarta) itu ditangani di kejaksaan, kan harusnya di KPK," jelas Rachmawati.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rachmawati kini hanya menjabat sebagai anggota dewan pertimbangan Partai NasDem setelah dicopot dari jabatan ketua. Pencopotan dirinya berawal dari dukungannya terhadap capres dan cawapres yang diusung Koalisi Merah Putih, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Padahal, Partai NasDem terang-terangan mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan capres Joko Widodo dan Jusuf Kalla.