Suara.com - Sebuah kota di Xinjiang, wilayah Cina yang sering bergolak, melarang warganya yang mengenakan jilbab dan lelaki berjenggot untuk naik bus.
Kebijakan itu diambil pemerintah kota Karamay sebagai bagian untuk mencegah aksi terorisme, meski dikritik keras karena merupakan kebijakan yang mendiskriminasi kaum muslim, kelompok masyarakat mayoritas di wilayah Xinjiang.
Xinjiang sendiri adalah wilayah Cina bagian barat yang mayoritas penduduknya beretnis Uighur, yang beragama Islam dan menggunakan bahasa Turki.
Wilayah itu selama bertahun-tahun selalu dilanda konflik baik horizontal maupun dengan pemerintah karena kebijakan Beijing yang dinilai diskriminatif. Adapun pemerintah Cina menuding kelompok separatis Islam di balik konflik-konflik di wilayah itu dan serangan-serangan bom yang mulai sering terjadi di daratan Cina akhir-akhir ini.
Pemerintah kota Karamay melarang lima tipe warga untuk menumpang bus. Kelimanya adalah mereka yang mengenakan cadar, penutup kepala, jilbab, yang mengenakan baju bergambar bulan sabit dan bintang, serta mereka yang memelihara jenggot panjang.
Bulan sabit dan bintang sendiri adalah lambang Islam dan banyak menjadi simbol dalam negara-negara berwarga mayoritas Islam seperti Turki, Malaysia, dan Pakistan. Lambang bulan sabit dan bintang juga digunakan oleh kelompok separatis Uighur yang ingin mendirikan negara Turkistan Timur.
Pemerintah kota Karamay, dalam surat kabar Karamay Daily, Senin (4/8/2014), mengatakan aturan itu diberlakukan untuk sementara, untuk memperketat keamanan jelang ajang olahraga atletik yang digelar mulai 20 Agustus mendatang.
"Mereka yang tidak taat, terutama kelima tipe penumpang tadi, akan dilaporkan ke polisi," bunyi tulisan dalam surat kabar itu.
Pada Juli silam pemerintah Urumqi, ibu kota Xinjiang, melarang penumpang bus membawa benda-benda tertentu seperti pemantik, yoghurt, bahkan air untuk mencetah terjadinya kekerasan.
Kebijakan itu sendiri dikecam oleh organisasi warga Uighur di pengasingan. Mereka menilai kebijakan diskrimatif Beijing itu menjadi biang kerusuhan di Xinjiang.
"Pemerintah Karamay mendukung kebijakan rasis dan diskriminatif yang ditujukan kepada warga Uighur," kata Alim Seytoff, presiden asosiasi masyarakat Uighur Amerika, yang bermarkas di Washington, Amerika Serikat. (Reuters)