Amerika dan Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Terbaru Buat Rusia

Laban Laisila Suara.Com
Rabu, 30 Juli 2014 | 06:30 WIB
Amerika dan Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Terbaru Buat Rusia
Personel bersenjata kelompok separatis pro-Rusia di Snizhnye, kawasan timur Ukraina. (Reuters/Shamil Zhumatov)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Uni Eropa dan Amerika Serikat akhirnya mengumumkan sanksi terbaru buat Rusia, Selasa (29/7/2014) waktu setempat, yang belum juga berniat mundur dari keterlibatannya mendukung kelompok pemberontak Ukraina.

Sanksi lanjutan terhadap Rusia ini menargetkan sektor energi, perbankan dan pertahanan yang dianggap sebagai gerakan solidaritas internasional

Sanksi dari AS dan Eropa itu juga menyusul peristiwa penembakan rudal terhadap maskapai penerbangan komersial Malaysia Airlines MH17 yang diyakini oleh kelompok pemberontak yang didukung Rusia pada 17 Juli lalu.

"Jika Rusia keras kepala dengan kebijakannya, kerugian Rusia akan terus membengkak ," kata Presiden AS Barack Obama di Washington.

Sementara di Brussels, Belgia, para duta besar dari 28-anggota Uni Eropa sepakat untuk pembatasan perdagangan dan peralatan di sektor minyak dan pertahanan.

Pembatasan juga diberlakukan bagi penggunaan teknologi yang tadinya untuk pertahanan perlindungan sipil.

Bank-bank Rusia dilarang mengumpulkan dana di pasar modal Eropa dan langkah itu akan ditinjau dalam tiga bulan.

Kanselir Jerman Angela Merkel, yang sebelumnya enggan meningkatkan sanksi sebelum kecelakaan MH17 dengan alasan hubungan dagang negarany dengan Rusia, kini berbalik mendukung kebijakan sanksi Uni Eropa.

Sebelumnya Eropa telah memberlakukan sanksi hanya untuk individu dan organisasi yang dituduh terlibat langsung dalam agresi di Ukraina, namun sanksi terbaru kali ini sengaja dirancang untuk merusak negara pemasok energi terbesar tersebut.

Tapi hingga kini Putin rupanya tidak menunjukkan tanda-tanda mundur, meskipun kecaman internasional setelah jatuhnya pesawat MH17 semakin menguat atas kebijakannya soal Ukraina. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI