Suara.com - Sebuah video yang menampilkan pemusnahan anjing secara massal di Provinsi Bali beredar di situs berbagi video Youtube. DailyMail, sebuah media asing asal Inggris mengulas video tersebut dalam sebuah artikel berjudul "Sisi lain resor bintang lima Bali yang tidak ingin anda saksikan: Rekaman mengerikan menunjukkan pembunuhan anjing-anjing ilegal dimana seorang pegawai berfoto ria".
DailyMail menyebutkan, video berdurasi 16 menit itu menunjukkan, betapa anjing-anjing tak berdosa itu dimusnahkan tanpa belas kasihan, hanya demi mengantisipasi penyebaran penyakit rabies. Memang, sejak tahun 2008, Bali ditetapkan sebagai kawasan karantina penyakit anjing gila (rabies), yang dikuatkan dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1696 Tahun 2008.
Media itu juga mengomentari tingkah seorang pegawai pemerintahan yang mengambil foto anjing-anjing tak berdosa itu sebelum disuntik mati. Si pegawai disebutkan tersenyum tanpa beban saat memotret anjing-anjing malang itu.
Disebutkan pula, anjing-anjing itu dipaksa menyaksikan sesamanya disuntik mati dengan sebuah jarum suntik menembus langsung ke jantung.
Di Bali, sesuai peraturan pemerintah yang disebutkan di atas, anjing-anjing liar yang tidak diketahui pemiliknya akan ditangkap. Kemudian, jika dalam waktu 24 jam tidak ada orang yang mengakui kepemilikannya, maka akan dilakukan eutanasia terhadap anjing-anjing tersebut. Jadi, satu-satunya kesalahan anjing-anjing itu adalah karena mereka tidak bertuan.
Demikian pula dengan yang terjadi pada pertengahan bulan April lalu. Ada sebanyak 31 anjing yang diselundupkan dari Jawa menuju Bali dengan sebuah bus. Anjing-anjing itu pun disita di Kantor Karantina Pertanian Terpadu Gilimanuk, Jembrana, Bali.
Karena tidak ada yang datang dan mengaku sebagai pemiliknya, akhirnya anjing-anjing ras Pomeranian, Siberian Husky, Mini Pom, dan Lacy itupun disuntik mati.
Yang kemudian menjadi sorotan adalah Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Menurut Dailymail, mengutip pernyataan Made, anjing-anjing liar harus segera dimusnahkan sebagai bagian pencegahan rabies sesuai peraturan pencegahan rabies tahun 2009.
Pemusnahan itu tak pelak mendapat kecaman dari People for the Ethical Treatment of Animals (PETA), sebuah organisasi pembela hak asasi hewan internasional. PETA menyebut pemusnahan anjing itu sebagai "pembantaian".
PETA mengecam keras pembantaian yang ada di video tersebut. Menurut PETA, anjing-anjing tersebut ketakutan dan stress. Mereka menilai, para petugas tidak memakai metode IV dalam melakukan suntik mati, yang mana dianggap sebagai metode eutanasia paling manusiawi. Mereka juga menyayangkan, mengapa anjing-anjing itu tidak divaksinasi, dan malah dibunuh.
Padahal, sejak tahun 2010, menurut PETA, program vaksinasi anjing cukup berhasil, dan jumlah orang yang tertular rabies menurun drastis. PETA mempertanyakan mengapa Gubernur Bali justru memilih untuk memusnahkan anjing-anjing liar, padahal program vaksinasi berjalan sukses.
Hal ini lalu memunculkan sebuah petisi di situs Change.org yang mendesak agar Gubernur Bali menghentikan program pemusnahan anjing-anjing itu. Gubernur juga diminta untuk mencari alternatif lain yang lebih layak untuk mengendalikan populasi anjing di provinsinya.