Suara.com - Kubu Prabowo menilai sikap capres nomor urut satu Prabowo Subianto yang menolak Pilpres 2014 saat sudah mencapai tahap akhir rekapitulasi suara, dianggap sebagai upaya memenuhi hak konstitusional.
Tim sukses Prabowo, Fadli Zon, yang ditemui usai konferensi pers Prabowo di Rumah Polonia, Jakarta, Selasa (22/7/2014), menegaskan kalau sikap jagoannya itu juga bukan merupakan pelanggaran Undang-undang.
"Menarik diri itu bukan pelanggaran, itu hak konstitisional, hanya kecurangan saja yang dikategorikan sebagai pelanggaran dalam pemilu," jelas Fadli Zon.
Prabowo Subianto sendiri dalam konferensi pers sebelumnya, berjanji akan menggunakan hak konstitusionalnya dalam menyikapi hasil Pilpres, kendati tidak disebutkan soal langkah gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof Dr L Tri Setyawanta mengatakan, keputusan Prabowo menarik diri dari proses pemilu presiden tidak akan membuat Prabowo Subianto dikenakan sanksi pidana dalam UU Pilpres.
Menurut Tri, keputusan mundur itu merupakan keputusan politik dan terjadi ketika pemilu sudah mencapai tahap akhir.
“Dalam pasal 245 UU Pilpres disebutkan, capres yang mundur setelah diumumkan oleh KPU bisa langsung pidana, kalau prosesnya belum berjalan. Prabowo kan mundur ketika pilpres sudah memasuki tahap akhir. Jadi, mundurnya Prabowo itu tidak bisa dipidana,” ujar Tri.
Tapi dari penelusuran suara.com, menurut pasal 246, ayat 1 UU Pilpres, kandidat yang menarik diri setelah pemungutan suara pertama, tetap bisa dikenakan pidana tiga tahun penjara.
Berikut bunyi pasal 246 ayai 1 UU Pilpres:
Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp50 miliar dan paling banyak Rp100 miliar.