Suara.com - Hari ini, 115 tahun silam, seorang novelis besar lahir di Illinos, Amerika Serikat. Orang bernama Ernest Hemingway itu adalah penulis yang karya-karyanya dianggap sebagai literatur klasik Amerika.
Ernest lahir di tengah keluarga terhormat yang hidup berkecukupan. Ayahnya, Clarence Edmonds adalah seorang dokter sementara sang ibu, Grace Hall-Hemingway, adalah musisi. Entah apa sebabnya, Ernest kecil diperlakukan sang ibu seperti seorang perempuan.
Tak hanya diberikan pakaian layaknya anak perempuan, Ernest juga dipanggil Ernestine. Sang ibu juga membiarkan rambutnya tumbuh panjang bak anak gadis. Baru pada usia 6 tahun, Ernest meminta rambutnya dipotong, diberikan baju laki-laki, dan dipanggil dengan nama aslinya.
Ernest mengasah kemampuannya menulis sebagai salah satu penulis koran sekolah. Selepas lulus, Ernest langsung bekerja sebagai wartawan di Kansas City Star. Namun, hal itu tidak memuaskannya. Pasalnya, Ernest hanya ditugasi menulis berita-berita tentang kebakaran, perkelahian, dan pemakaman. Berita-berita semacam itu dianggap tak penting bagi seorang jurnalis profesional. Iapun hanya sebentar di surat kabar itu.
Saat Perang Dunia I pecah, Ernest mendaftar sebagai prajurit. Sayang, gangguan penglihatan memaksa Ernest untuk mengurungkan niatnya. Namun, ia tetap berkesempatan ke garis depan perang, dengan menjadi sopir relawan ambulans Palang Merah.
Dalam sebuah pertempuran di Italia, Ernest cedera akibat pecahan mortir. Tetapi, itu menjadi berkah baginya karena mempertemukannya dengan seorang suster cantik di rumah sakit Milan. Asmara singkat antara Ernest dan si suster menjadi inspirasi bagi salah satu novel Ernest, A Farewell to Arms (1929).
Berhenti menjadi sopir ambulans, Ernest bekerja di harian Toronto Star sebagai wartawan peliput Perang Yunani-Turki dan berita-berita Eropa lainnya. Sembari bekerja itulah, Ernest menulis novel-novelnya. Karya-karya Ernest menyuguhkan aroma machismo dan petualangan yang kental.
Dari sekian banyak novel Ernest, yang paling dikenal dan mendapat apresiasi adalah The Old Man and the Sea (1952). Novel itu berkisah tentang seorang pelaut tua yang berusaha menangkap seekor ikan Marlin raksasa. Berkat novel itu, Ernest mendapat Hadiah Pulitzer untuk Karya Fiksi pada tahun 1953. Ernest juga mendapat Hadiah Nobel dalam bidang Kesusasteraan untuk novel yang sama pada tahun 1954.
Sayang, hidupnya berakhir dengan tragis. Ernest meninggal akibat tertembak senapan laras panjang di rumahnya di Ketchum, Idaho. Awalnya, Ernest diduga tak sengaja menembak dirinya saat sedang membersihkan senapan. Namun, belakangan terungkap bahwa ia bunuh diri.
Baca juga: Nelson Mandela, Ayatollah Ali Khamenei, William Hanna, George Eastman