Suara.com - Senjata macam apakah yang bisa menembak jatuh sebuah jet penuh penumpang, Pesawat MAS MH17, yang terbang hampir 33.000 kaki (10 km) dari permukaan laut?
Kalimat tersebut adalah pengawal dari tulisan stasiun televisi CNN dalam laman resminya, hari ini.
Menurut CNN, mengetahui jenis senjata (rudal) yang menembak jatuh pesawat itu adalah kunci untuk mengetahui misteri jatuhnya Malaysia Airlines Penerbangan 17 sekaligus mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas insiden itu.
Seorang pejabat senior AS bernama Barbara Starr mengatakan satu radar telah mendapati fakta bahwa sebuah sistem rudal darat ke udara dihidupkan dan lalu menjejak pesawat hanya beberapa saat sebelum pesawat Malaysia itu jatuh.
AS tengah menganalisis lintasan peluru kendali itu untuk menunjukkan dari mana asal serangan tersebut.
Anton Gerashchenko, penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina, mengatakan dalam posting Facebook-nya bahwa "teroris" menembak pesawat itu dengan rudal darat ke udara Buk. Sedangkan seorang pejabat Ukraina mengaku kaum separatis mengklaim telah menembak jatuh sebuah pesawat pada waktu bersamaan dengan hilangnya MH17.
Jika tuduhan benar, maka para pemberontak kemungkinan menembak jet komersial itu dengan rudal panggul. Tetapi para pakar menyebutkan rudal panggul yang kadang digunakan para pemberontak dan separatis tak mungkin menembak jatuh pesawat tersebut.
"Lintasan jelajah normal sebuah pesawat penumpang sipil biasanya berada di luar jangkauan sistem (pertahanan) udara portabel yang dibawa manusia (rudal panggul) yang kami saksikan umum dipunyai para pemberontak di Ukraina timur," kata Nicek de Larrinaga dari Defence Weekly terbitan IHS Jane via email.
Rudal panggul paling banter mencapai jarak maksimum 15.000 kaki, kata analis militer CNN Rick Francona yang purnawirawan letnan kolonel Angkatan Udara AS.
"Ini mengindikasikan rudal darat ke udara atau rudal udara ke udara, dan saya kira rudal darat ke udara adalah yang saat ini paling mungkin (pelakunya)," kata dia.
Salah satu kandidatnya adalah rudal Buk yang dikembangkan semasa Uni Soviet dan dioperasikan baik oleh pasukan Rusia maupun pasukan Ukraina sekarang.
Sistem rudal yang di lingkungan NATO disebut SA-11 ini dioperasikan oleh pasukan Rusia dan Ukraina, kata Brigjen (purn) Kevin Ryan, direktur Proyek Pertahanan dan Intelijen pada Belfer Center for Science and International Affairs, Universitas Harvard.
"Rudal itu lebih dari mampu menembak jatuh sebuah pesawat yang terbang pada ketinggian itu (30.000 kaki)," kata dia.
Di Rusia, senjata semacam itu bisa dimiliki pada tingkat divisi, kata Francona. "Jadi Rusia di sisi lain perbatasan Ukraina mempunyai semua senjata ini," kata dia.
Kemungkinan lainnya adalah rudal S-200 buatan Rusia yang dioperasikan militer Ukraina, selain juga S-300 dan S-400 buatan Rusia. Yang terakhir ini setara dengan rudal Patriot buatan AS.
Untuk itu, menurut Ryan, sepertinya tidak mungkin kaum pemberontak Ukraina pro-Rusia memiliki sistem rudal secanggih itu yang ditembakkan ke pesawat jet komersial.
"Perlu banyak latihan dan banyak koordinasi untuk menembakkan satu rudal ini sehingga menghantam sesuatu," kata Ryan.
Biasanya sistem rudal darat ke udara terdiri dari sebuah wahana pos komando, sebuah wahana radar, beberapa peluncur roket, wahana pemuat senjata dan bahkan wahana lain untuk membawa misil baru ke baterai (meriam) jika perlu, kata Dan Wasserbly dari IHS Jane.
Ryan menyimpulkan bahwa jika pesawat itu benar-benar ditembak jatuh, maka pasukan militer profesional (bukan pemberontak) --baik sengaja atau tidak sengaja-- bertanggung jawab atas insiden itu.
"Ini bukan senjata yang bisa sembarangan dimiliki dan ditembakkan seseorang," kata dia.
Pesawat MAS MH17 jatuh di Ukraina bagian timur pada hari Kamis (17/7/2014). Pesawat Boeing 777 yang berangkat dari Amsterdam, Belanda menuju Kuala Lumpur, Malaysia tersebut mengangkut 283 penumpang dan 15 kru. Sebanyak 12 penumpang di antaranya merupakan warga negara Indonesia. (CNN/Antara)