Suara.com - Pengamat informasi teknologi Marsudi Wahyu Kisworo menegaskan lembaga-lembaga survei yang merilis hasil quick count yang berbeda-beda, tidak bisa dipidanakan. Pasalnya, basis quick count adalah ilmu pengetahuan.
"Kalau masalah statistik, kan ga bisa dipidanakan. 'Wah nggak bener' paling gitu aja. Ilmu itu kan nggak ada yang salah masuk penjara. Dalam ilmu orang bisa mengatakan apa saja," kata Marsudi dalam diskusi Menyoal Quick Count sebagai Kejahatan Demokrasi di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Namun, Rektor Perbanas ini mengatakan tetap ada celah untuk mempidanakan lembaga survei yang rilis hasil quick count, seperti penyebaran kebohongan publik dan menjadi penghasutan sehingga terjadi kerusuhan.
"Paling lewat sanksi-sanksi yang lain, misalnya pembohongan publik bisa. Lalu misalnya penghasut sehingga kerusuhan itu bisa. Bukan karena statistiknya ya," tuturnya.
Menurutnya beda hasil quick count terjadi karena ada kesalahan teknis dan non teknis. Masalah teknisnya, antara lain penerapan margin of error dari sampel yang digunakan. Sedangkan masalah non teknisnya proses pendataan petugas di lapangan.