Suara.com - Pengamat informasi teknologi Marsudi Wahyu Kisworo menyebutkan sejumlah kesalahan yang dilakukan lembaga survei yang merilis hasil hitung cepat (quick count) dalam Pilpres 2014.
Dari segi teknis, Rektor Perbanas itu menerangkan adanya kesalahan penulisan margin of error yang hanya 1 persen dalam setiap hasil hitung cepat. Padahal, seharusnya margin of error 1 persen ditujukan untuk 10.000 - 15.000 sampel, bukan 2.000 atau 4.000 sampel. Hitungan ini keluar bila sampel utama atau total TPS di Indonesia mencapai ratusan ribu.
"Kalau sampelnya 2.000 margin of error - nya 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen," kata Marsudi dalam diskusi Menyoal Quick Count sebagai Kejahatan Demokrasi di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Adhie menambahkan bila sampel 2.000-4.000 tadi, dan perhitungan margin of error yang benar, yaitu 2,8. Dengan begitu, kalau hasilnya selisih di bawah 5,6 persen belum bisa disimpulkan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Tapi, dia tidak mau mengatakan adanya manipulasi dari metode statistik yang digunakan lembaga survei itu.
"Tapi orang kan bisa menduga-duga, kalau margin of error - nya nggak benar, jangan-jangan hasilnya juga nggak benar. Praduga-praduga aja," tuturnya.
Selain masalah teknis, Marsudi juga melihat adanya kendala non-teknis yang mengakibatkan kesalahan. Di antaranya, ketika melibatkan ratusan petugas untuk mengambil data ke lapangan.
"Ketika mereka turun ke lapangan, kadang-kadang ada saja petugas yang nakal, misalnya males cari yang jauh. Atau, kedua dia punya prevensi calon nomor sekian, dia nyari sampel TPS yang basis nomor itu," katanya.
Atau, kesalahan ketiga non teknis lainnya, yaitu data yang diambil ketika penghitungannya belum tuntas karena beban petugas.
"Misalnya data penghitungan belum selesai, dia kemudian ingin ambil data di TPS lain, dia nggak mau nunggu dan datanya asal saja," kata dia.