Suara.com - Ratusan orang meninggalkan kota Gaza bagian utara setelah Israel terus membombardir wilayah itu dengan rudal. Serangan itu menghancurkan lebih dari 160 rumah warga dan melukai sekitar 1.000 orang.
“Warga diminta untuk meninggalkan rumah secepatnya demi keselamatan,” demikian selebaran yang disebar Israel dari udara. Selebaran itu juga menyebut daerah yang paling berbahaya.
Di sepanjang hari Minggu (13/7/2014), serangan militer Israel mengenai 200 rumah dan gedung di Gaza. Meski sudah ada permintaan dari Perserikatan Bangsa-bangsa agar dilakukan gencatan senjata, Perdana Menteri Israel Benjmain Netanyahu menyatakan, operasi militer tetap akan dilakukan.
“Kami tidak tahu kapan operasi ini akan berakhir. Mungkin operasi ini akan memakan waktu lama,” ujar Netanyahu.
Jumlah korban tewas di sepanjang minggu lalu mencapai 133 orang. Serangan militer Israel ke Gaza dipicu oleh tewasnya tiga remaja yang diculik di Tepi Barat.
Israel menuding kelompok Hamas yang bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan tersebut.
“Saya khawatir ini akan menjadi perang habis-habisan. Kami belum pulih dari perang yang terjadi pada 2012 lalu dan kami belum siap untuk kembali merasakan yang sama,” kata Nasr Kafana (43 tahun), seorang petani yang tinggal di bagian utara Gaza.
“Setiap kali mendengar suara rudal mengenai rumah atau bangunan, saya melihat nama-nama orang yang meninggal karena ketakutan, tidak tahu nama siapa lagi yang akan ditemukan,” kata Sabab Farahat, (22 tahun).
Farahat mengaku ingin bisa kembali hidup normal. Dia ingin bisa kembali kuliah, belanja ke pasar dan bertemu dengan teman-temannya. “Saya sangat merindukan kehidupan yang normal,” ujarnya. (USAToday)